Kebutuhan pokok
Selasa, 02 September 2025 12:02 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA – Gelombang aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai kota Indonesia dalam beberapa hari terakhir menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang cukup signifikan. Dampaknya tidak hanya terasa pada sektor ekonomi dan kelancaran lalu lintas, tetapi juga memengaruhi perilaku konsumsi masyarakat.
Fenomena panic buying berpotensi kembali terjadi, ditandai dengan masyarakat yang ramai-ramai membeli sembako, bahan bakar, hingga obat-obatan karena khawatir stok barang akan berkurang. Sebenarnya, pola seperti ini bukan hal baru. Dalam berbagai krisis—mulai dari pandemi, konflik global, hingga gejolak politik, reaksi berlebihan masyarakat kerap muncul.
Ketika informasi yang beredar simpang siur, ketakutan massal mendorong orang membeli barang jauh melebihi kebutuhan. Padahal, sebagian besar kelangkaan justru dipicu oleh kepanikan tersebut, bukan semata karena terputusnya rantai pasok.
Perilaku konsumen panic buying lebih banyak dipicu oleh faktor psikologis ketimbang realita di lapangan. Ketika seseorang melihat rak supermarket kosong atau antrean panjang di SPBU, dorongan untuk ikut memborong muncul meski sebenarnya stok masih tersedia di gudang.
Hal inilah yang membuat gejolak harga semakin parah, dan pada akhirnya merugikan masyarakat kelas bawah yang paling terdampak. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berulang kali menegaskan bahwa stok beras, gula, minyak goreng, hingga BBM masih aman.
Namun, pernyataan resmi sering kalah cepat dengan rumor di media sosial yang menyebar tanpa kendali. Di sinilah pentingnya masyarakat lebih bijak mengelola emosi, informasi, dan kebutuhan sehari-hari.
Untuk membantu publik tetap tenang, berikut 5 cara menghadapi demo tanpa terjebak panic buying:
Jangan mudah percaya kabar kelangkaan yang beredar di media sosial. Pastikan informasi berasal dari sumber resmi seperti Kementerian Perdagangan, Pertamina, atau Badan Pangan Nasional. Informasi yang salah hanya memperbesar kepanikan.
Membeli barang berlebihan hanya akan memicu kelangkaan buatan. Ambil secukupnya sesuai kebutuhan rumah tangga agar stok di pasar tetap stabil dan semua orang bisa mendapat bagian.
Di tengah demo, antrean panjang sering terjadi. Menggunakan e-wallet atau transfer bank bisa mempercepat transaksi sekaligus mengurangi potensi gesekan di lapangan.
Jangan hadapi situasi ini sendirian. Berbagi informasi akurat dengan tetangga atau komunitas lokal akan membantu semua orang tetap tenang. Dalam kondisi sulit, solidaritas jauh lebih bermanfaat daripada menimbun.
Jika perlu menyiapkan cadangan, lakukan secara bertahap dan wajar. Misalnya, menambah persediaan beras atau air minum untuk beberapa hari ke depan, bukan membeli hingga berbulan-bulan.
Dengan menjaga ketenangan, masyarakat tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga membantu stabilitas pasar secara keseluruhan. Karena pada akhirnya, krisis bukan hanya tentang stok barang, tetapi juga tentang bagaimana publik mengelola rasa takutnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Debrinata Rizky pada 01 Sep 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 02 Sep 2025
Bagikan
Ekonomi
16 hari yang lalu