Kerja
Rabu, 04 Juni 2025 16:19 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Akhir-akhir ini isu PHK semakin marak. Tidak mengherankan jika banyak orang mulai mencoba mencari peruntungan dengan mendaftar berbagai perusahaan agar segera mendapat pekerjaan baru.
Akan tetapi, mengingat hanya sedikit perusahaan yang sedang membuka lowongan, hal ini tentu membuat para pencari kerja semakin kesulitan. Kondisi ini bisa jadi membuat para pencari kerja asal mendapat pekerjaan baru tanpa mempertimbangkan hal-hal penting seperti company culture yang baik agar work life balance tetap terjaga.
Untuk menghindari terjebak di perusahaan yang red flag yang tidak memberikan hak karyawan seperti seharusnya, Anda perlu mengetahui beberapa ciri-ciri perusahaan tersebut, seperti yang dijelaskan berikut ini.
Visi dan misi perusahaan akan berdampak langsung pada kontribusi dan dedikasi karyawan.
Karyawan perlu tahu apa yang mereka kerjakan dan apa tujuannya. Misi yang kuat menghubungkan tugas harian mereka dengan tujuan yang lebih besar.
Ketika karyawan melihat gambaran besar, mereka akan tetap terlibat dan merasa dihargai. Itulah budaya perusahaan yang sukses.
Komunikasi yang buruk bisa menghancurkan tim terbaik sekalipun. Kebingungan, frustrasi, dan semangat kerja yang rendah sering kali berawal dari pesan yang tidak jelas.
Tidak ada yang suka memiliki bos yang terus-menerus mengawasi setiap gerakan karyawan. Micromanagement membunuh kreativitas, menurunkan semangat kerja, dan membuat karyawan merasa tidak dipercaya. Ruang untuk mengambil keputusan jadi sempit, dan tingkat keterlibatan menurun drastis.
Lebih buruk lagi, studi dari Harvard Business Review menunjukkan bahwa tim yang di-micromanage menjadi kurang produktif dan lebih stres.
Tempat kerja tanpa keberagaman ibarat lagu satu nada: membosankan dan tidak menginspirasi. Mengabaikan perspektif beragam dari karyawan bisa membuat mereka merasa tidak didengar, yang berdampak pada keterlibatan dan inovasi.
Menurut McKinsey, perusahaan yang menghargai inklusi memiliki pengembalian finansial 35% lebih tinggi.
Tanpa pelatihan dan pengembangan yang baik, karyawan akan merasa mandek dan tidak berkembang. Ini bisa menghambat potensi individu sekaligus pertumbuhan perusahaan.
Investasi dalam pelatihan, baik teknis maupun soft skill dapat mendorong semangat kerja, produktivitas, dan loyalitas jangka panjang.
Tidak ada yang lebih menyampaikan pesan “Kami tidak peduli” selain mengabaikan umpan balik dari karyawan. Ketika orang merasa tidak didengar, tingkat keterlibatan menurun dan angka keluar meningkat.
Budaya perusahaan yang sehat selalu mendengarkan secara aktif. Menggunakan survei singkat atau alat umpan balik menunjukkan bahwa suara mereka berarti dan ini menghasilkan tim yang lebih bahagia dan termotivasi.
Bayangkan Anda telah bekerja keras, tetapi hanya disambut dengan keheningan. Tidak ada apresiasi, tidak ada pengakuan hanya hari biasa lainnya. Inilah yang dirasakan karyawan di perusahaan yang tidak memiliki sistem penghargaan yang baik.
Pemimpin yang toksik tidak hanya membuat hari Senin terasa menyebalkan, mereka juga bisa merusak seluruh budaya perusahaan.
Micromanagement, kurang empati, atau mengabaikan kekhawatiran karyawan bisa membuat tingkat keterlibatan anjlok.
Pernahkah Anda duduk di tempat kerja dan berpikir, “Tunggu, ini tugas saya atau bukan?” Inilah yang terjadi saat peran yang diberikan tidak jelas. Ketika karyawan tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka, kebingungan meningkat dan produktivitas menurun.
Jika pekerjaan terasa tidak pernah selesai, motivasi pun ikut menghilang. Burnout itu nyata, dan itu bisa membunuh keterlibatan di dalam pekerjaan.
Menurut penelitian dari Accenture, 83% karyawan menginginkan pengaturan kerja hybrid, menunjukkan betapa pentingnya fleksibilitas di tempat kerja.
Fleksibilitas dan program kesejahteraan bukan lagi hal tambahan, tapi adalah kebutuhan. Karyawan yang bahagia akan bekerja lebih baik, dan itu menguntungkan semua pihak.
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 04 Jun 2025
Bagikan
AI
19 hari yang lalu