Kemarau Basah dan Peningkatan Curah Hujan Diperkirakan Masih Terjadi di Indonesia

Selasa, 13 Juli 2021 08:30 WIB

Penulis:donalbaba

Editor:donalbaba

dehydrated-3568265_1920.jpg
Musim kemarau berdampak kurangnya irigasi ke pertanian. undefined

jabarjuara.co, Bandung - Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyebutkan musim hujan di wilayah Indonesia kemungkinan besar masih berlangsung pada bulan Juli 2021 untuk wilayah Indonesia bagian timur seperti di Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Menurut Peneliti Klimatologi PSTA-LAPAN Erma Yulihastin, sementara di wilayah Jawa dan Nusa Tenggara sudah mengalami musim kemarau pada bulan Juli 2021 dan berlangsung hingga November 2021. 

"Meskipun demikian terdapat beberapa wilayah di Jawa yang mengalami peningkatan hujan pada bulan September dan Oktober," ujar Erma ditulis, Bandung, Selasa, 13 Juli 2021. 

Erma mengatakan beberapa wilayah yang perlu dipantau pada bulan Juli 2021, yaitu daerah pegunungan Sulawesi bagian tengah dan Indonesia bagian timur. Seperti Maluku bagian selatan dan Papua. 

Diperkirakan di wilayah tersebut ucap Erma, karena masih mempunyai probabilitas sangat tinggi untuk mendapat curah hujan deras yang dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor.

"Probabilitas hujan ekstrem diatas 10 mm/hari masih tinggi pada bulan Juli-November. Sehingga potensi terjadi cuaca ekstrem berupa hujan deras dalam waktu singkat dapat terjadi selama bulan tersebut di wilayah selatan Indonesia," kata Erma.

Erma menerangkan, penghangatan suhu permukaan laut di perairan Indonesia sektor Jawa-Sumatra dan sektor Banda juga, berpotensi meningkatkan kelembapan dan memengaruhi musim kemarau yang cenderung basah dengan potensi kejadian ekstrem yang masih tinggi.

Erma menambahkan pantauan terkahir PSTA LAPAN, intensitas dan frekuensi hujan masih tinggi selama bulan Juni. Meskipun monsun Australia mulai terbentuk secara homogen di selatan Indonesia. 

"Hal ini terjadi karena indeks Indian Ocean Dipole Mode (IODM) menunjukkan nilai negatif atau berada pada fase basah untuk wilayah Indonesia bagian barat," sebut Erma. 

Selain IODM negatif lanjut Erma, keberadaan vorteks di Samudra Hindia yang sangat dekat dengan daratan. Ini berpotensi memusatkan aktivitas awan dan hujan di selatan-barat Indonesia. 

Vorteks di Samudra Hindia diprediksi masih terjadi selama bulan Juli dan Agustus. Namun bergeser ke utara dan menjauh ke arah laut. 

"Sehingga tidak menimbulkan peningkatan hujan yang signifikan di darat selama periode tersebut," lanjut Erma.

Sedangkan untuk antisipasi bencana kebakaran hutan, wilayah Sumatera bagian timur dan Kalimantan Tengah perlu dipantau mulai bulan Juli 2021. 

Karena menurut Erma, mempunyai probabilitas tinggi untuk mengalami suhu tinggi di atas 32 derajat Celcius. 

"Angin kencang dan gelombang laut yang tinggi kemungkinan besar terjadi di perairan selatan Jawa, Laut Arafura dan Laut Banda pada bulan Juli 2021 hingga September 2021," tambah Erma. 

Sedangkan di Laut Jawa, angin kencang dan gelombang laut tinggi diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus dan September 2021. Meskipun dengan probabilitas yang tidak tinggi yaitu diantara 40 persen dan 80 persen.