Warga Jepang Terus Menyusut? Ini Jurus Pemerintah Atasi Krisis Demografi

Selasa, 15 Juli 2025 11:01 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Ternyata Ini Strategi Pemerintah Jepang Hadapi Krisis Demografi
Ternyata Ini Strategi Pemerintah Jepang Hadapi Krisis Demografi

TOKYO – Jepang saat ini menghadapi krisis demografi yang semakin sulit diatasi. Penurunan jumlah penduduk usia muda disebabkan oleh rendahnya angka kelahiran, kecenderungan menunda pernikahan, serta pergeseran nilai-nilai sosial di kalangan generasi muda.

Data dari survei Kantor Kabinet Jepang tahun 2022 menunjukkan bahwa 25,4% perempuan dan 26,5% pria usia 30-an menyatakan tidak memiliki keinginan untuk menikah. Tren serupa juga terjadi pada kelompok usia 20-an, dengan 19% pria dan 14% perempuan tidak berencana menikah sama sekali.

Pergeseran nilai sosial menjadi salah satu faktor utama dalam krisis ini. Generasi muda Jepang kini lebih memprioritaskan kebebasan pribadi, pengembangan karier, serta menjalani hobi dibandingkan dengan membangun keluarga. Nilai-nilai tradisional mengenai pernikahan dan keluarga tidak lagi menjadi tolok ukur kesuksesan hidup.

"Kami memahami bahwa penurunan angka kelahiran terus berlanjut karena banyak orang yang ingin membesarkan anak tidak dapat memenuhi keinginan mereka," ujar Kepala Sekretaris Kabinet, Yoshimasa Hayashi.

Strategi Pemerintah Jepang

Menanggapi hal ini, pemerintah Jepang telah meluncurkan berbagai kebijakan pro-natalitas. Beberapa di antaranya meliputi subsidi tunai untuk anak, layanan penitipan anak (daycare) gratis, dan penghapusan biaya sekolah menengah. Pemerintah juga berambisi meningkatkan belanja sosial menjadi 3,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), setara dengan yang diterapkan di Swedia.

"Kami akan mempromosikan langkah-langkah komprehensif untuk mewujudkan masyarakat di mana setiap orang yang ingin memiliki anak dapat memiliki anak dan membesarkan mereka dengan tenang," tambah Yoshimasa Hayashi.

Langkah lainnya adalah reformasi cuti orang tua yang memungkinkan kompensasi penuh bagi pasangan yang mengambil cuti bersama. Pemerintah daerah seperti Tokyo turut aktif dengan mengembangkan aplikasi perjodohan dan menggelar acara kencan massal guna mendorong angka pernikahan.

Upaya-upaya tersebut menunjukkan hasil positif dengan peningkatan jumlah pasangan pengantin baru sebanyak 10.000 pada tahun 2024. Namun, angka ini masih jauh dari cukup untuk membalikkan tren penurunan populasi secara keseluruhan.

Sementara itu, kebijakan imigrasi Jepang masih tergolong sangat ketat. Negara ini hanya membuka pintu bagi pekerja asing sementara tanpa menawarkan jalur menuju kewarganegaraan tetap. Padahal, banyak ahli menilai bahwa integrasi imigran asing secara sistemik bisa menjadi solusi penting untuk menyeimbangkan struktur demografi dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja nasional.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 15 Jul 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 15 Jul 2025