Harga Emas Turun Drastis Rp200.000 per Gram, Apa yang Terjadi?
JAKARTA - Harga emas di pasar domestik kembali merosot tajam. Berdasarkan data dari Pegadaian, penurunan ini terjadi secara serentak pada seluruh merek logam mulia yang dijual, termasuk Antam, UBS, dan Galeri24.
Pada perdagangan Rabu, 23 Oktober 2025, harga emas Antam turun drastis sebesar Rp195.000 per gram, dari sebelumnya Rp2.736.000 menjadi Rp2.541.000 per gram, penurunan paling besar dalam beberapa bulan terakhir.
Emas UBS ikut melemah Rp100.000 per gram ke level Rp2.438.000, sementara Galeri24 juga terkoreksi Rp81.000 per gram ke Rp2.429.000. Pegadaian melaporkan, daftar harga terbaru mencakup ukuran mulai dari 0,5 gram hingga 1.000 gram. Menariknya, tren penurunan ini justru membuat sebagian masyarakat mulai mempertimbangkan kembali emas sebagai instrumen investasi jangka panjang.
Baca juga : Bank Mandiri Buka Livin’ Fest Medan 2025, Wadah Sinergi UMKM dan Sektor Produktif
Faktor Global di Balik Anjloknya Harga
Anjloknya harga emas tidak berdiri sendiri. Secara global, pasar logam mulia sedang menghadapi tekanan akibat penguatan Dolar AS dan sentimen optimisme ekonomi Amerika Serikat yang mendorong investor beralih ke aset berisiko.
Indeks Dolar AS (DXY) dilaporkan menanjak hingga 98,84, level tertinggi dalam sepekan. Kondisi ini membuat harga emas dalam denominasi dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli dari luar AS, sehingga permintaan fisik ikut melambat.
Selain itu, aksi ambil untung (profit taking) juga memperdalam koreksi harga. Banyak investor yang sebelumnya membeli emas di level tinggi kini mulai merealisasikan keuntungan mereka setelah harga sempat menguat dalam beberapa pekan terakhir.
- 7 Rekomendasi Lagu dalam Film Animasi KPop Demon Hunters yang Wajib Masuk Playlist Anda
- Simak Sinopsis Drakor Good News, Adaptasi Kisah Nyata Pembajakan Pesawat 1970
- Dorong Inklusi Ekonomi, BRI Gelar Akad Massal KUR untuk 800 Ribu Debitur Sekaligus Luncurkan KPP
Menurut Analis Dupoin, Andy Nugraha, tekanan jual pada emas memang masih cukup kuat seiring dengan meningkatnya tekanan dari pasar global. Ia menjelaskan bahwa secara teknikal, pergerakan XAU/USD (harga emas terhadap dolar AS) saat ini menunjukkan pola pelemahan yang konsisten.
“Secara teknikal, tren jangka pendek XAU/USD berada dalam fase bearish, dengan peluang pelemahan menuju area psikologis 4.000 dolar AS,” jelasnya dalam keterangan resmi, dikutip 23 Oktober 2025.
Baca juga : Lindungi Tekstil Lokal, Kebijakan Purbaya Potensi Guncang Industri Thrifting
Formasi candlestick harian dan indikator Moving Average (MA) mengonfirmasi dominasi sentimen negatif, menandakan bahwa pelaku pasar masih cenderung menjual emas untuk mengamankan keuntungan di tengah penguatan dolar.
Namun, Andy menilai bahwa peluang pembalikan arah masih terbuka apabila harga emas gagal menembus batas psikologis tersebut. Dalam skenario tersebut, pasar berpotensi mengalami koreksi teknikal yang dapat memicu gelombang beli baru dari investor jangka menengah.
Ia menegaskan, pergerakan harga emas saat ini berada di persimpangan penting, di mana keputusan investor terhadap arah suku bunga dan kekuatan dolar akan sangat menentukan apakah emas melanjutkan tren pelemahan atau justru berbalik menguat.
Kondisi global ini langsung menular ke pasar emas domestik. Harga emas dalam negeri sangat sensitif terhadap dua faktor utama, harga internasional dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
Melemahnya nilai Rupiah beberapa hari terakhir membuat harga emas di pasar lokal kian berfluktuasi. Penurunan tajam pada emas Antam disebut sebagai yang terdalam sepanjang sejarah perdagangan logam mulia domestik, sehingga cukup mengejutkan bagi banyak investor ritel.
Namun, di sisi lain, harga yang turun justru membuka peluang bagi masyarakat untuk membeli emas di level rendah. Beberapa analis menyebut, momentum ini bisa menjadi pintu masuk bagi investor jangka panjang untuk menambah portofolio aset safe haven.
Meski tren jangka pendek menunjukkan pelemahan, prospek emas jangka menengah hingga akhir tahun masih positif. Ketidakpastian global belum sepenuhnya mereda, mulai dari kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) hingga tensi geopolitik di Timur Tengah.
Kebijakan moneter longgar, ancaman inflasi global, dan risiko perlambatan ekonomi di beberapa negara maju masih menjadi faktor yang bisa menopang permintaan emas sebagai aset lindung nilai.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 23 Oct 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 24 Okt 2025
