Mengenang Laudato Si, Seruan Paus Fransiskus Jaga Bumi

Redaksi Daerah - Jumat, 25 April 2025 14:09 WIB
Mengenang Laudato Si, Warisan Paus Fransiskus untuk Pulihkan Bumi

JAKARTA—Umat Katolik di seluruh dunia tengah berduka atas wafatnya Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik Roma, yang meninggal pada Senin pagi, 21 April 2025 waktu Roma. Paus Fransiskus tutup usia di umur 88 tahun setelah lebih dari sepuluh tahun menjalankan tugas kepausan dengan penuh dedikasi dan inovasi.

Walau telah berpulang, pemimpin gereja asal Argentina ini meninggalkan warisan pemikiran yang mendalam, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi masyarakat dunia. Ia dikenal karena ajarannya yang menekankan cinta kasih, hidup sederhana, perdamaian, serta kepedulian terhadap alam.

Salah satu karya pemikirannya yang paling berpengaruh adalah ensiklik berjudul Laudato Si, yang berarti “Pertaubatan Ekologis”. Dokumen ini berisi pandangan teologis tentang tanggung jawab manusia terhadap lingkungan hidup, sebagai bentuk respon terhadap krisis ekologi global. Laudato Si juga mengajak pada perubahan batin, untuk mencintai Tuhan, sesama, dan seluruh ciptaan dengan lebih dalam.

Ajaran sosial gereja yang dicetuskan 24 Mei 2015 ini memusatkan perhatian dan keprihatinan gereja pada kelangsungan bumi sebagai rumah bersama. “Bumi adalah seperti seorang saudara perempuan yang dengannya umat manusia berbagi kehidupan dan sesosok ibu yang cantik yang membuka kedua tangannya untuk menguatkan kita.”

Demikian kalimat itu ditulis Paus Fransiskus, mengawali seruannya untuk para uskup di dunia lewat surat Laudato Si. Itu menjadi surat pertamanya sejak diangkat sebagai Paus pada 2013. Paus terinspirasi Santo Fransiskus Assisi ketika menulis seruan tersebut.

“Saudara perempuan kita kini sedang menangis karena bahaya yang sudah kita sebabkan dideritanya oleh karena pemanfaatan yang tak bertanggung jawab dan penyalahgunaan atas benda-benda yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya,” kata pemilik nama lahir Jorge Mario Bergoglio itu.

Laudato Si. (Institute of Sisters of Mercy of Australia)

Paus memang memiliki perhatian yang besar terhadap kelanjutan lingkungan. Dia menyoroti kerusakan hutan di sejumlah wilayah, polusi, hingga perubahan iklim. Menurut Paus Fransiskus, krisis iklim adalah masalah global dengan implikasi yang mengerikan. “Ini salah satu tantangan utama yang dihadapi manusia sekarang,” ujarnya dalam sebuah kesempatan, dikutip dari Reuters.

Paus yang terkenal dengan kesederhanaannya itu juga menyoroti problem air bersih, ketidakadilan global, hilangnya keanekaragaman hayati hingga penurunan kualitas hidup manusia.

Dosen Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Rodemeus Ristyantoro, mengatakan Paus Fransiskus telah mengingatkan kaum muda untuk berani melakukan perubahan gaya hidup. Sebab, menurut Paus, merekalah agen perubahan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

“Paus mengatakan langkah awal yang perlu diambil adalah dialog tentang pembentukan masa depan planet kita. Dialog tersebut perlu melibatkan semua pihak karena tantangan lingkungan dan akar manusianya merupakan keprihatinan bersama,” ujar Rodemeus, dikutip dari atmajaya.ac.id.

Kompas Moral

Ensiklik Laudato Si juga menjadi kompas moral bagi umat Katolik Indonesia untuk menolak tawaran mengelola tambang. Diketahui, pemerintah belum lama ini menawarkan izin pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan.

Aktivis Katolik asal Wonosari, Jogja, FX Endro Guntoro, mewanti-wanti Kongres Waligereja Indonesia (KWI) sebagai induk gereja Katolik tidak tergoda izin tambang. Lelaki yang bergiat di Gereja Katolik Paroki Santo Petrus Wonosari itu mengatakan pertambangan belakangan ini penuh masalah dan justru mengancam kelangsungan dunia.

Hal itu, imbuhnya, tak sesuai dengan ajaran Katolik. Dorongan moral tersebut tak lepas dari Laudato Si. Endro mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, seluruh paroki gencar mewujudkan isi ensiklik tersebut.

Dia mengurai isi ensiklik Paus Fransiskus pada bab pertama yang menyebut dampak aktivitas penambangan mengancam berbagai sektor kehidupan, baik ekosistem dan sumber ekologi bagi kelangsungan kehidupan. “Kami mendukung KWI untuk cermat, berhati-hati dan menyatakan sikap tegas tidak ambil jatah IUP tambang,” ujarnya.

Baca Juga: Laudato Si dan Dorongan Agar Gereja Tak Tergoda Izin Tambang

KWI pun kemudian menjadi ormas keagamaan pertama yang terang-terangan menolak privilese mengelola tambang yang diberikan Presiden Joko Widodo. KWI menegaskan gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan.

“Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,” ujar Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 6 Juni 2024.

Menurut Marthen, KWI akan tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan. Mereka ingin mewujudkan tata kehidupan bersama yang bermartabat.

“KWI selalu memegang prinsip kehati-hatian agar segala tindakan dan keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelayanan Gereja Katolik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, keadilan solidaritas, subsidiaritas, kesejahteraan umum/kebaikan bersama serta menjaga keutuhan ciptaan alam semesta,” urai Marthen.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 22 Apr 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 25 Apr 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS