40 Tahun Arsitektur Hijau, Pameran Swanthara Digelar di Selasar Pavilion

Admins - Jumat, 28 November 2025 15:48 WIB
null

jabarjuara.co, Bandung – Selasar Pavilion Bandung kembali menggelar pameran arsitektur dan kali ini organisasi Arsitektur Hijau memperingati tahun ke-40 yang bertajuk Pameran SWANTHARA. Pameran ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan 40 tahun Arsitektur Hijau, organisasi yang sejak 1985 berfokus pada pendokumentasian arsitektur vernakular Indonesia. Pameran ini menjadi ruang refleksi atas perjalanan panjang Arsitektur Hijau dalam menelusuri dan menafsirkan kembali hubungan antara manusia, budaya, dan ruang di berbagai wilayah Nusantara. SWANTHARA menghadirkan rangkaian dokumentasi ekspedisi Arsitektur Hijau yang telah berlangsung selama 10 tahun terakhir, mulai dari Tanimbar Kei, Mamasa, Rampa Kapis, Rendu, Toba, Mandar, dan hingga ekspedisi terbaru di Rote. Melalui instalasi visual, pengunjung dapat melihat bagaimana setiap ekspedisi merekam cara masyarakat menata ruang, membangun tempat tinggal, dan menjaga hubungan manusia–budaya–lingkungan. Selain instalasi utama, Swanthara juga menghadirkan berbagai jenis acara, termasuk Ruang Dialog tentang tradisi meruang, kilas balik ekspedisi, bedah buku 40 Tahun Arsitektur Hijau, serta diskusi lintas generasi. Pengunjung juga dapat mengikuti lokakarya kopi, anyaman, dan sulaman, serta menikmati pertunjukan seni dan berbagai kompetisi kreatif seperti lomba sketsa dan fotografi. Rangkaian acara ini bertujuan untuk memperluas pemahaman tentang arsitektur vernakular Indonesia dalam kehidupan kontemporer.

Kata SWANTHARA berasal dari gabungan bahasa Sanskerta: Sancaya: merajut, Swa: identitas, Antara: wilayah atau ruang antara, Nara: manusia, Samsthana: budaya. Secara makna, SWANTHARA diartikan sebagai ruang yang menyatukan manusia dan budaya, menegaskan bahwa arsitektur bukan hanya persoalan bentuk, melainkan perwujudan dari cara hidup dan pandangan masyarakat terhadap lingkungannya. SWANTHARA hadir sebagai pengingat bahwa identitas arsitektur Indonesia berakar pada hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan. Di tengah arus modernitas dan homogenisasi bentuk, pameran ini menegaskan pentingnya merawat jati diri arsitektur Indonesia dengan memahami dan mengolahnya dalam konteks masa kini. Terdapat beberapa aspek yang ditekankan dalam Pameran SWANTHARA, meliputi: Arsitektur Vernakular, Ruang Sebagai Ekspresi Sosial, serta Interaksi Manusia dan Ruang.

1. Arsitektur Vernakular: Adaptasi, Transformasi, dan Konteks Ruang

Arsitektur vernakular adalah wujud pengetahuan yang tumbuh dari hubungan manusia dengan lingkungannya. Ia lahir dari pemahaman terhadap alam, nilai, dan cara hidup masyarakat yang membentuk ruang sesuai konteksnya. Dalam setiap transformasi bentuk dan fungsi, arsitektur vernakular menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan akar makna. Nilai-nilai lokal yang terkandung di dalamnya tidak berhenti pada tradisi, melainkan terus berkembang melalui proses membaca ulang kebutuhan masa kini. Transformasi menjadi ruang bagi vernakular untuk bertahan, sementara adaptasi menegaskan fleksibilitasnya dalam menghadapi dinamika kehidupan. Dalam konteks sosial dan ekologis yang terus berubah, arsitektur vernakular tetap menjadi wujud keseimbangan antara manusia, budaya, dan alam.

2. Interaksi Budaya dan Ruang: Ruang Sebagai Ekspresi Sosial

Ruang selalu menjadi cermin dari kebudayaan yang melahirkannya. Di Indonesia, tradisi, ritual, dan kehidupan sosial masyarakat membentuk pola ruang yang unik, dari orientasi rumah, pembagian fungsi, hingga skala hubungan antar individu. Setiap ruang merekam nilai, struktur sosial, dan keyakinan kolektif yang menjadikan arsitektur sebagai medium ekspresi budaya.

Ruang bukan hanya sebagai benda mati, melainkan sebagai wadah resonansi sosial yang terus berubah mengikuti dinamika zaman. Dalam ruang adat, halaman rumah, atau tempat pertemuan, terjalin kisah tentang bagaimana manusia menafsirkan kebersamaan dan keberadaan. Ruang-ruang ini menjadi arsip hidup dari nilai-nilai budaya yang terus beradaptasi namun tetap memelihara maknanya. Melalui interaksi budaya dan ruang, kita melihat bagaimana arsitektur menjadi bahasa yang mampu berbicara tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan bagaimana kita hidup bersama.

3. Interaksi Manusia dan Ruang: Dinamika dan Partisipasi

Ruang tidak pernah lepas dari manusia yang mengisinya. Ia lahir dari kebutuhan, tumbuh bersama kebiasaan, dan berubah seiring waktu. Dalam konteks masyarakat yang terus bergerak melalui urbanisasi, migrasi, dan pertukaran budaya. Terjadi pergeseran cara manusia memaknai ruang: dari yang sakral menjadi fungsional, dari yang kolektif menjadi lebih personal.

Namun di balik perubahan itu, ada benang merah yang tetap yaitu ruang sebagai wadah kehidupan bersama. Dapat terlihat bagaimana partisipasi dan kebersamaan manusia menjadi elemen penting dalam membentuk ruang yang inklusif dan berkelanjutan. Lokakarya, ruang dialog dan kegiatan kolektif dalam pameran ini merefleksikan gagasan tersebut bahwa arsitektur bukan hanya tentang membangun, tetapi juga tentang bertemu, berproses, dan berbagi pengalaman ruang. Melalui interaksi manusia dan ruang, SWANTHARA mengajak kita kembali melihat ruang bukan hanya sebagai tempat tinggal, melainkan sebagai lanskap sosial yang hidup, yang menyimpan nilai, relasi, dan makna yang senantiasa berkembang.

Editor: Admins
Bagikan

RELATED NEWS