Bandung Photography Triennale 2025 SYNTHETIC VISION: THE AGE OF FICTIONALIZATION IN OUR CULTURE
jabarjuara.co, Bandung – Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) baru saja membuka pameran foto Bandung Photography Triennale 2025 dengan tajuk “Synthetic Vision: The Age of Fictionalization in Our Culture” di Bale Paragon, Selasar Sunaryo pada hari Jumat, 12 September 2025. Bandung Photography Triennale adalah acara tiga tahunan yang pertama kali digelar pada tahun 2022. Pameran ini awalnya digelar pada tahun 2015, ketika masih bernama Bandung Photo Showcase, sebuah festival dengan serangkaian program seperti pameran, diskusi, lokakarya, dan proyek kolaborasi. Acara ini diinisiasi oleh Komvni Photography Collective bekerja sama dengan IFI Bandung (Institut Français Indonésie).
Setelah melakukan evaluasi, pada tahun 2019, diputuskan untuk mengubah format acara ini menjadi tiga tahunan dengan nama baru, Bandung Photography Triennale. Tujuannya adalah agar program ini lebih fokus, berkelanjutan, dan melibatkan lebih banyak pihak, seperti akademisi, seniman, kurator, dan kritikus, dengan fokus pada konteks fotografi dalam seni kontemporer.
Bandung Photography Triennale perdana dilaksanakan pada tahun 2022 dengan tajuk Future is Now: Skepticism, New Reality, and Infinities. Di tahun 2025, edisi kedua akan hadir kembali dengan tema yang merupakan kelanjutan dari tema sebelumnya sekaligus merespons kondisi geopolitik global saat ini, yakni “Synthetic Vision: The Age of Fictionalizing in Our Culture”. Tajuk tersebut kemudian dijabarkan ke dalam beberapa sub-tema di masing-masing ruang yang menjadi tempat penyelenggaraan Bandung Photography Triennale 2025, salah satunya Selasar Sunaryo Art Space.
Pameran kali ini menggunakan istilah aeviternity yang bermakna kondisi di antara kefanaan dan keabadian. Istilah ini berakar dari kata Latin aevum, yang bermakna “seumur hidup” atau “waktu lestari”. Dalam konteks ini, sebuah citra dapat hidup “abadi” karena ditenagai oleh tatapan para penontonnya. Setiap tatapan baru membuka ruang bagi imajinasi dan tafsir yang tak pernah berhenti. Sejak lama, citra telah menjadi kekuatan utama dalam membentuk pandangan dunia (weltanschauung).
Kini, pesatnya perkembangan teknologi pencitraan membuat pengaruh ini menjadi semakin signifikan dan kompleks. Fotografi, dengan spektrum interpretasinya yang luas, berada tepat di jantung persoalan ini, terus-menerus menelisik bagaimana cara kita melihat dan memaknai ulang realitas. Kini, citra bukan lagi sekadar representasi atas “yang telah ada”, melainkan juga manifestasi dari “yang ada” di dalam imajinasi seniman—sebuah dunia gagasan yang tersusun dari beragam persoalan dan imaji.
Menanggapi fenomena tersebut, para seniman dalam pameran di Bale Paragon Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) ini menampilkan karya-karya dengan beragam pendekatan visual dan teknis. Rentang karyanya terbentang dari teknik klasik wet plate collodion, citra yang dibangkitkan oleh artificial intelligence, hingga eksperimen yang menggabungkan berbagai medium untuk menciptakan gejala visual baru. Melalui keberagaman ini, mereka secara aktif mendefinisikan kembali hakikat fotografi seraya mengundang respons dan interpretasi baru terhadap medium ini.