Boikot dan Gelombang PHK Bikin Dilema, Kemnaker Siapkan Strategi Antisipasi

Redaksi - Jumat, 09 Mei 2025 19:21 WIB
Boikot dan Gelombang PHK Bikin Dilema, Kemnaker Siapkan Strategi Antisipasi (Pixabay)

JAKARTA  –  Ditengah melonjaknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal 2025, gelombang seruan boikot terhadap produk-produk yang diduga terafiliasi dengan Israel yang masih berlanjut menciptakan tekanan ganda bagi dunia usaha nasional dan rantai pasoknya. Kondisi ini menciptakan dilema serius bagi stabilitas ketenagakerjaan dan ekonomi negara.

Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang terkena PHK, naik tujuh kali lipat dari 3.325 orang pada Januari menjadi 24.083 orang per April 2025. Sepanjang 2024, angka PHK bahkan telah mencapai sekitar 80.000 orang. Hal ini mencerminkan tekanan struktural yang semakin kompleks dalam ekosistem ketenagakerjaan Indonesia.

Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemenaker, Anwar Sanusi, menekankan bahwa situasi PHK saat ini menjadi semakin dilematis dengan adanya dinamika sosial dari seruan boikot. “Dari perspektif ketenagakerjaan sendiri kita terus berupaya menjembatani hal ini, namun tentu tidak mudah,” kata Anwar saat dihubungi, Selasa, 6 Mei 2025.

Pemerintah, lanjutnya, saat ini tengah melakukan komunikasi lintas pihak untuk mendapatkan masukan dalam merumuskan mitigasi terkait persoalan tersebut, yang tidak hanya adil, tetapi juga tepat sasaran.

Seruan Boikot Harus Berbasis Fakta

Dari sudut pandang keislaman, forum Bahtsul Masail bertajuk “Menyoal Aksi Boikot Produk-Produk Diduga Terafiliasi Israel” yang digelar Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menyimpulkan bahwa boikot hanya dibenarkan jika menyasar perusahaan yang terbukti secara faktual dan nyata mendukung atau mendanai agresi dan genosida Israel terhadap Palestina.

Forum yang dihadiri para ulama dan kiai dari wilayah Jabodetabek itu menegaskan bahwa menyebarkan tuduhan tanpa bukti terhadap suatu perusahaan terafiliasi dengan Israel adalah tindakan yang haram menurut hukum Islam. Forum juga menyerukan masyarakat lebih cermat dan berhati‑hati menerima informasi terkait isu Palestina dan boikot produk dengan melakukan tabayyun serta verifikasi bukti sebelum bertindak.

“Forum ini digelar dengan prinsip ilmiah dan kehati-hatian dalam menyikapi isu boikot. Kami ingin melestarikan tradisi ilmiah dalam memutuskan sesuatu, sehingga tidak hanya dari katanya-katanya. Tugas ulama adalah penuh rahmat, menjauhkan umat dari kebingungan,” tegas Sekretaris LBM PWNU DKI, KH . Ahmad Fuad dalam forum Bahtsul Masail tersebut.

Senada dengan hal tersebut, forum Bahtsul Masail yang diselenggarakan oleh sejumlah ulama dan delegasi pesantren se-Jawa dan Madura di Pondok Buntet Pesantren beberapa waktu lalu menyepakati bahwa dalam syariat, memboikot hanya diperbolehkan jika produk yang diboikot memiliki keterkaitan jelas dan dapat dibuktikan dengan pihak yang melakukan kezaliman. Boikot juga tidak boleh menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi pihak lain, seperti PHK massal tanpa solusi memadai. Forum ini turut mengimbau masyarakat untuk lebih selektif menyikapi informasi yang beredar terkait daftar produk yang diboikot, agar tidak merugikan masyarakat Indonesia sendiri.

Kedua forum Bahtsul Masail tersebut menunjukan bahwa solidaritas terhadap Palestina merupakan sikap yang kemanusiaan yang mulia. Namun tanpa landasan bukti dan pemahaman dampak, aksi seperti boikot dapat mengancam stabilitas ekonomi dan ketenagakerjaan nasional. Oleh karena itu diperlukan kedewasaan kolektif untuk menimbang secara utuh, bukan reaktif.

Upaya Penanganan PHK

Menurut data lain dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dalam kurun waktu Januari hingga Februari 2025 ada 60.000 buruh dari 50 perusahaan mengalami PHK. Atas gelombang PHK besar-besaran ini, KSPI pun mendesak Kemnaker agar segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK untuk menangani persoalan secara menyeluruh.

Anwar menjelaskan bahwa pembentukan Satgas PHK sedang berlangsung dan melibatkan koordinasi lintas Kementerian. Langkah awalnya adalah menyusun struktur kelembagaan, menetapkan instansi terkait, dan merumuskan tugas khusus untuk mitigasi PHK. Pemerintah juga akan menentukan indikator untuk mengukur efektivitas pelaksanaan tugas , termasuk penguatan sistem deteksi dini potensi PHK, pemenuhan hak pekerja, serta memastikan pekerja bisa kembali mendapatkan pekerjaannya.

Anwar menambahkan, Kemnaker akan terus berupaya untuk memfasilitasi reintegrasi pekerja dengan menyediakan informasi peluang kerja dan pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. “Kita akan melakukan pemetaan komprehensif untuk mengetahui faktor-faktor lonjakan PHK, termasuk soal dampak dari aksi boikot, sebelum menentukan arah mitigasi yang akan dilakukan,” tutup Anwar.

Editor: Redaksi
Tags PHKKemnakerBoikotBagikan

RELATED NEWS