Deretan CEO dengan Bayaran Selangit, Elon Musk Bukan Satu-satunya
JAKARTA - Dunia bisnis internasional kembali dihebohkan dengan kabar mengenai nilai kompensasi yang dianggap luar biasa besar. Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, dikabarkan berpeluang menerima paket kompensasi dengan nilai maksimum mencapai US$1 triliun atau sekitar Rp16,3 ribu triliun dalam beberapa tahun ke depan. Jika terealisasi, angka ini akan menjadi paket gaji terbesar dalam sejarah modern, melampaui semua rekor eksekutif perusahaan teknologi lainnya.
Kabar tersebut muncul setelah para pemegang saham Tesla menyetujui skema kompensasi baru bagi Musk, yang nilainya bisa mencapai US$1 triliun apabila seluruh target ambisius perusahaan berhasil tercapai.
Menurut laporan The Straits Times, kesepakatan ini telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tesla pada November 2025. Paket kompensasi tersebut akan diberikan dalam bentuk saham dan disalurkan secara bertahap selama 10 tahun mendatang.
- Dari Gagal Jadi Sukses, Kisah UMKM Tekstil Ramah Lingkungan yang Tumbuh Bersama BRI
- Potret Buramnya Isu Gender di Meksiko: Presiden Juga Alami Pelecehan Seksual
- 5 Rekomendasi Film Horor dan Thriller Korea yang Menegangkan dan Seru!
Meski kerap diberitakan sebagai “gaji US$1 triliun”, faktanya Elon Musk tidak menerima gaji pokok besar dari Tesla. Kompensasi tersebut adalah paket saham berbasis kinerja yang diberikan dalam 12 tahap (tranche). Untuk memperoleh nilai maksimal tersebut, Musk harus memenuhi sejumlah target besar yang dinilai sebagian analis “nyaris mustahil”.
Dilansir dari Hindustan Times, target yang harus dicapai mencakup peningkatan kapitalisasi pasar Tesla hingga US$8,5 triliun, penjualan 20 juta unit kendaraan per tahun, hingga peluncuran satu juta robot Tesla. Paket ini juga mensyaratkan Musk tetap memegang kendali operasional sebagai CEO sepanjang periode kesepakatan.
Menurut laporan Business Insider, skema ini sempat menuai penolakan dari beberapa investor institusi, termasuk Norges Bank Investment Management, karena dinilai terlalu besar dan berisiko mengganggu struktur kepemilikan saham. Namun, mayoritas pemegang saham memilih menyetujui paket tersebut karena meyakini keberadaan Musk sebagai kunci inovasi dan pertumbuhan Tesla.
Baca juga : Naik 0,69 Persen IHSG Ditutup di 8.394,59 Poin
Fenomena Gaji “Tidak Masuk Akal”
Elon Musk bukan satu-satunya tokoh dengan kompensasi luar biasa besar. Dalam satu dekade terakhir, sejumlah eksekutif kelas dunia juga mencetak rekor paket gaji yang fantastis. Beberapa CEO bahkan sempat memicu perdebatan publik karena menerima penghasilan ratusan juta dolar pada tahun yang sama ketika perusahaan mereka merumahkan karyawan atau menghadapi penurunan laba.
Dilansir dari Bloomberg, Sundar Pichai, CEO Alphabet (Google), pernah menerima paket kompensasi senilai US$226 juta pada 2022, sebagian besar berupa saham. Sementara itu, Tim Cook dari Apple tercatat mengantongi US$99 juta pada 2021 sebelum gajinya dipangkas 40% pada 2023 akibat tekanan investor.
Di sektor hiburan, Bob Iger juga menjadi perhatian publik setelah dilansir dari CNBC, menerima paket kompensasi senilai US$31,6 juta pada 2021 dari Disney, di tengah pemutusan hubungan kerja ribuan pegawai.
Namun, tidak semua “gaji tidak masuk akal” berbentuk angka fantastis. Ada pula fenomena lain: CEO bergaji US$1. Para CEO seperti Mark Zuckerberg (Meta), Jeff Bezos (Amazon), dan Steve Jobs (Apple) pernah tercatat menerima gaji pokok hanya US$1 per tahun.
Meski demikian, mereka tetap meraup kekayaan sangat besar dari kenaikan nilai saham perusahaan, sebuah strategi yang sering disebut sebagai “gaji simbolis namun kaya dari ekuitas”.
Baca juga : Dipimpin Indosat, LQ45 Hari Ini Ditutup Naik ke 853,50 Poin
Pengamat ekonomi menilai bahwa fenomena tingginya kompensasi eksekutif terjadi karena perusahaan teknologi semakin mengaitkan pembayaran dengan kinerja jangka panjang dan nilai saham.
Model kompensasi berbasis saham membuat CEO memiliki kepentingan langsung terhadap keberhasilan perusahaan, namun di sisi lain menimbulkan kesenjangan ekstrem antara eksekutif dan karyawan.
Dilansir dari Harvard Business Review, rata-rata CEO perusahaan publik di AS dibayar 351 kali lipat dari gaji rata-rata karyawan pada 2023. Rasio ini memicu kritik karena dinilai memperlebar ketimpangan ekonomi dan menciptakan sistem kompensasi yang tidak seimbang.
Fenomena paket kompensasi bernilai super besar diperkirakan terus meningkat, terutama di sektor kecerdasan buatan (AI), kendaraan listrik (EV), dan teknologi futuristik seperti robotika dan eksplorasi ruang angkasa. Para analis memprediksi bahwa nilai kompensasi berbasis saham dapat semakin melejit seiring tingginya valuasi perusahaan teknologi.
Paket kompensasi Elon Musk menjadi simbol baru ambisi korporasi global. Namun, angka US$1 triliun masih bersifat spekulatif, hanya akan terwujud bila Tesla mencapai kejayaan yang belum pernah dicapai perusahaan manapun di dunia.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 07 Nov 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 07 Nov 2025
