Di Saat Pasar Kerja Melemah, Mengapa Rekrutmen untuk Posisi Bergaji Besar Jadi Lebih Lama?

Redaksi Daerah - Rabu, 27 Agustus 2025 15:11 WIB
Di Tengah Job Market yang Lesu, Mengapa Rekrutmen Posisi Gaji Besar Justru Lebih Susah? (Freepik.com/rawpixel.com)

JAKARTA - Saat ini, pasar tenaga kerja di Indonesia sedang menghadapi masa yang cukup berat. Banyak perusahaan memilih melakukan freeze hiring atau pembekuan perekrutan, bahkan beberapa perusahaan besar seperti Tokopedia baru-baru ini melakukan PHK dalam jumlah besar.

Kondisi ini membuat persaingan mencari kerja semakin ketat. Para profesional berpengalaman harus bersaing langsung dengan lulusan baru, sementara jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak selalu sebanding dengan banyaknya pencari kerja.

Tantangan semakin terasa bagi karyawan dengan pengalaman panjang dan gaji tinggi. Ketika mereka kembali masuk ke dalam job market, proses rekrutmen untuk posisi bergaji besar justru cenderung lebih lama dan lebih sulit dibandingkan level menengah ke bawah.

Hal ini seperti yang dijelaskan dari laporan yang dipaparkan Business Insider.

Sebuah survei terbaru dari Harris Poll yang ditugaskan oleh Indeed menunjukkan bahwa baik perusahaan maupun pencari kerja sama-sama merasakan sulitnya proses rekrutmen yang semakin panjang.

Menurut survei tersebut, waktu perekrutan saat ini lebih lama dibandingkan setahun lalu. Sebanyak 42% perusahaan yang berada di Amerika Utara membeberkan bahwa proses merekrut seseorang untuk mengisi posisi dengan gaji tinggi kini membutuhkan waktu lebih panjang. Hal ini juga dirasakan oleh para pencari kerja, dengan 57% di antaranya setuju bahwa proses perekrutan menjadi semakin lama.

Bahkan, hampir sepertiga (29%) perusahaan dan 35% pencari kerja menyebut lamanya waktu rekrutmen sebagai tantangan utama.

Lantas, mengapa rekrutmen untuk posisi dengan gaji tinggi bisa memakan waktu lebih panjang? Berikut penjelasannya.

Penyebab Rekrutmen Jadi Lebih Lama untuk Posisi dengan Gaji Tinggi

Terlalu Banyak Kandidat

Seperti yang dilansir dari laporan Business Insider, lebih dari separuh (56%) perusahaan yang mengaku kesulitan merekrut menyebut alasannya karena jumlah kandidat terlalu banyak.

Hal ini juga dirasakan oleh 51% pencari kerja. Bahkan, 39% perusahaan melihat jumlah pelamar per lowongan meningkat dibandingkan tahun lalu.

Penyebabnya adalah karena hampir setengah (46%) perusahaan menilai faktor ekonomi sebagai penyebab utama, sementara 41% menyebutkan hal ini terjadi karena algoritma pencocokan lowongan kerja yang semakin baik. Dengan banyaknya pencari kerja yang memanfaatkan alat berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk melamar lebih cepat ke banyak lowongan sekaligus, tren ini diprediksi akan terus meningkat.

Terlalu Sedikit Lowongan

Minimnya jumlah lowongan kerja yang tersedia akan semakin memperparah masalah “terlalu banyak kandidat”. Sebanyak 44% pencari kerja mengaku mereka melihat jumlah lowongan yang tersedia semakin sedikit, dan 40% menyebutkan keterbatasan jumlah posisi sebagai tantangan terbesar dalam mendapatkan pekerjaan.

Penyebabnya adalah karena sebagian besar (74%) pencari kerja menilai kondisi ekonomi sebagai faktor utama, sementara 45% menyalahkan gelombang PHK massal dan restrukturisasi.

Dari sisi perusahaan, banyak yang memilih strategi konservatif mengikuti kebijakan The Fed, menahan ekspansi dan perekrutan karena kondisi global dan prospek ekonomi yang masih tidak pasti.

Ekspektasi Gaji yang Tidak Sesuai

Sesuai laporan Business Insider, sebanyak 55% perusahaan yakin kandidat mau menerima gaji lebih rendah, namun kenyataannya hanya 37% pencari kerja yang bersedia menurunkan ekspektasi gaji demi bisa segera bekerja.

Hal ini bisa terjadi karena perusahaan mungkin terlalu percaya diri, khususnya di pasar kerja untuk posisi bergaji tinggi. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa proses rekrutmen perusahaan belum sepenuhnya selaras dengan harapan kandidat terkait transparansi gaji dan standar upah yang adil.

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 27 Agt 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS