Digitalisasi Fintech P2P Lending Jadi Solusi UMKM Raih Modal dengan Mudah dan Cepat
JAKARTA – Manfaat pendanaan dari platform Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending semakin banyak dirasakan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya mereka yang belum tersentuh layanan keuangan dari perbankan. Berkat proses digitalisasi yang dihadirkan, Fintech P2P Lending menjadi solusi bagi UMKM dalam mendapatkan permodalan dengan mudah, cepat dan nyaman.
Hal ini diakui oleh Linda Sintiya, Pemilik Toko Pondok Grosir. Linda mengaku bahwa usaha grosir sembako miliknya banyak terbantu pendanaan dari platform Fintech P2P Lending, yakni Pinjam Modal. Selama 1 tahun terakhir menggunakan Pinjam Modal, Ia merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan dan juga kemudahan serta kecepatan proses pencairan yang kurang dari 24 jam. Secara total, Toko Pondok Grosir telah mendapatkan pendanaan sebesar Rp 6 miliar dari Pinjam Modal.
“Awalnya saya hanya berjualan minyak curah yang dikemas sendiri di rumah. Sedikit-sedikit berkembang dan akhirnya bisa punya toko yang menyediakan berbagai kebutuhan pokok rumah tangga. Dari situlah mulai kenal dengan tim sales dari Pinjam Modal yang datang ke grosir untuk menawarkan pinjaman. Saat itu plafon pertamanya Rp300 juta, kemudian naik jadi Rp500 juta dan sekarang bisa pinjam Rp 750 juta. Syarat-syaratnya mudah, apalagi sekarang tinggal ajukan di aplikasi, kendala juga tidak pernah ada sama sekali,” katanya.
- LG Energy Solution Beri Dana ke Startup Amerika Serikat untuk Pengembangan Baterai
- Ini Perbedaan Baterai dengan LFP dan NMC Nikel
- Transaksi Cash Management Bank Muamalat Capai Rp50,4 Triliun
Linda menambahkan, pendanaan yang diberikan Pinjam Modal sangat membantunya untuk mengembangkan usaha dengan menambah stok barang lebih banyak, terlebih ketika permintaan sedang meningkat. Kini omset usaha Toko Pondok Grosir bisa mencapai Rp 4-5 juta dalam sehari dari yang sebelumnya hanya kisaran Rp1 juta. “Ada rencana (buka cabang) sekarang lagi cari tempat. Stok barang di sini juga sudah penuh jadi harus dibagi dua. Harapannya ke depan semoga plafon dari Pinjam Modal bisa ditambah lagi dan bunganya lebih kompetitif,” tambah Linda.
Devina Mulya, Marketing Manager Pinjam Modal mengungkapkan Pinjam Modal hadir sejak 2017 dengan komitmen untuk menyediakan layanan keuangan yang mudah diakses, khususnya bagi UMKM atau pelaku usaha yang membutuhkan pembiayaan di sektor produktif. Proses pengajuan di Pinjam Modal sendiri sangat mudah seperti KTP, bukti kepemilikan usaha, syarat usaha minimal 6 bulan berjalan, lalu dilakukan BI Checking dan survey ke pelaku usaha sebagai standar pasti. Pinjam Modal hingga kini telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp6 triliun dengan persentase lebih dari 95% pendanaan kepada sektor produktif.
“Pinjam Modal fokus di 3 produk yaitu Pinjam Modal Toko, Pinjam Modal Usaha, dan Pinjam Modal Inventory yang menggambarkan mimpi kami untuk memajukan UMKM. Kami ingin ada seperti Ibu Linda yang lain, dari yang usahanya kecil dengan plafon hanya Rp300 juta sekarang sudah Rp750 juta. Bukan tidak mungkin jika sudah besar lagi dan sudah menjadi PT akan mendapatkan plafon sampai Rp2 miliar. Pinjam Modal ingin membantu pelaku usaha dari yang skalanya kecil, ke menengah, sampai menjadi besar. Jadi kita tumbuh bersama-sama, baik dari sisi ekonomi pelaku usahanya hingga memberikan dampak secara nasional,” ungkap Devina.
Cerita lainnya juga disampaikan oleh Dori, Head Risk and Control PT Jaya Pratama Perkasa (JPP). Menurutnya, perusahaan tempat Ia bekerja sangat terbantu dengan adanya pendanaan dari platform KreditPro. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang transporter atau penyewaan trucking ke berbagai kota di Indonesia dengan jumlah armada mencapai 600 unit, JPP sangat membutuhkan pinjaman dengan kecepatan dan fleksibilitas yang tinggi.
“Perusahaan kami memiliki cash flow yang sangat cepat, sehingga dengan adanya pendanaan dari fintech atau pinjaman online (pinjol) ini sangat membantu kami dalam mengelola biaya operasional yang sangat besar setiap harinya. Fintech ini merupakan pembiayaan yang fleksibel, bisa tanpa agunan, proses pengajuannya juga mudah. Bagi kami fintech itu menguntungkan karena bisa mengajukan pinjaman tanpa agunan. Kalau pinjam di bank itu kan secure loan ya, artinya ada kolateral, pakai jaminan. Enaknya disitu, mungkin fintech karena tidak ada jaminan dan segala macam, bunganya lebih tinggi, itu hal yang wajar dan normatif. Selama hitung-hitungan kami masih masuk, maka kami ambil,” ujar Dori.
Dori mengungkapkan, pihaknya pertama kali mengajukan pinjaman ke KreditPro pada Agustus 2023 lalu. Hingga kini ia telah mengajukan sebanyak 3 kali putaran pinjaman dengan nominal sebesar Rp 300 juta. Meskipun tergolong baru dalam menggunakan fintech, namun mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap kenaikan sales perusahaan. “Kalau bicara mengenai kenaikan sales, sudah pasti bertambah. Saya coba bandingkan apple-to-apple, di tahun 2022 sebelum ada fintech, sales kami ada di posisi Rp 13 miliar. Kami bandingkan dengan tahun dan bulan yang berbeda, salesnya naik hampir mencapai 60-70%. Otomatis biaya operasional, cost, beban-beban langsung juga bertambah, tetapi secara sales naiknya cukup signifikan,” ujarnya.
Yane Yunita, Credit Risk Manager KreditPro menjelaskan KreditPro adalah salah satu penyelenggara Fintech P2P Lending yang 100% menyalurkan pembiayaan untuk sektor produktif. Sejak berdiri pada tahun 2018, KreditPro sudah menyalurkan pembiayaan mencapai Rp 680 miliar kepada lebih dari 3.000 UMKM yang berfokus pada sektor Fast Moving Consumer Goods (FMCG) yang mayoritas berada di pulau Jawa. KreditPro juga secara konsisten menunjukkan dukungannya terhadap kemajuan UMKM di Indonesia melalui penyediaan produk menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, persyaratan pembiayaan yang disesuaikan dengan kapabilitas, mendukung percepatan digitalisasi UMKM, kemudahan akses kapan dan dimanapun, hingga memperkenalkan pelaku UMKM kepada ekosistem yang lebih besar yang dapat mendukung supply chain bisnis mereka.
Pelaku UMKM yang turut merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam mendapatkan pendanaan dari Fintech P2P Lending adalah Furqon, Pemilik Bubur Ayam Kampung Nyemplung. Furqon menceritakan awal mulanya bisa terhubung dengan platform Findaya yaitu saat tergabung sebagai mitra di aplikasi GoBiz dari Gojek. “Awal mulanya kita dapat plafon dengan nominal Rp650 juta. Tapi saya tidak ambil semua jadi sesuai kebutuhannya saja. Saya tarik sekitar Rp150 juta. Saya mengajukan pinjaman setelah pandemi, hingga sekarang sudah 3 kali pengajuan. Fintech mudah, tidak ada persyaratan yang memberatkan pelaku usaha, tanpa agunan, dan pencairannya cepat,” ujar Furqon.
Furqon menjelaskan Bubur Ayam Kampung Nyemplung sebelumnya telah memiliki 12 outlet dengan omset per bulannya mencapai Rp800 juta. Pendanaan yang didapat dari Findaya tersebut lantas digunakannya untuk ekspansi dengan dengan menambah 2 unit food truck sehingga omsetnya meningkat menjadi Rp1 miliar per bulan. Menurutnya, untuk 1 unit food truck bisa mendatangkan omset harian di angka Rp1,8-2,5 juta. Oleh karena itu rencana bisnis Furqon pada tahun ini akan berfokus untuk menambah jumlah food truck.
Timothy Prawiromaruto, Head of Productive Lending Findaya, menyebutkan bahwa sebagai bagian dari GoTo Finansial, Findaya diharapkan menjadi solusi operasional dan finansial bisnis yang lebih mudah dan efisien bagi pemilik usaha, apapun skalanya. Hingga saat ini, Findaya telah menyalurkan pinjaman hingga triliunan kepada pemilik UMKM di Indonesia secara aman, mudah, dan bertanggung jawab.
“Findaya memiliki berbagai layanan pinjaman baik untuk sektor produktif dan konsumtif. Di sektor produktif, produk kami ada GoModal, yang memberikan akses pinjaman modal kepada Mitra Usaha Gojek, dan Modal Toko yang merupakan fasilitas pinjaman modal untuk Penjual di Tokopedia,” kata Timothy.
Gunawan Sutisna, Pemilik Toko Ikan Hias Holly Betta Central yang menggeluti bisnis ikan cupang aduan dari tahun 2006 turut bercerita. “Jadi saya memang mulainya dari hobi, suka ikut kompetisi. Setelah makin dikenal akhirnya saya putuskan untuk mulai bisnis ikan cupang yang awalnya di rumah, pindah ke pasar di pinggiran, sampai sekarang bisa sewa kios. Suka dukanya saya dulu pernah sampai bangkrut. Akhirnya coba mulai lagi, dan tahun 2018 mulai kenal dengan platform Fintag yang plafonnya awalnya Rp3 juta dan sekarang sudah Rp7,5 juta. Saya gunakan untuk membeli bibit ikan yang bagus, setelah saya rawat 2 minggu lalu dijual,” tutur Gunawan.
Gunawan yang kini aktif sebagai pengurus komunitas ikan cupang aduan di Jakarta dan sering ditunjuk sebagai juri pada kompetisi-kompetisi di tingkat Jabodetabek menyebut, meskipun tidak seramai ikan cupang hias, namun ikan cupang aduan memiliki peminat setianya sendiri. Setelah mendapatkan pendanaan dari Fintag, kini Gunawan bisa menjual sebanyak 200-300 ekor ikan cupang aduan dengan rata-rata omset Rp 10 juta dalam sebulan. Harga yang ditawarkan pun beragam, untuk ikan lokal dengan kualitas standar biasanya dihargai Rp100 ribu untuk tiga ekor, atau Rp250 ribu per ekor untuk yang kualitasnya bagus. Sedangkan ikan cupang impor harganya bisa mencapai Rp 500-750 ribu. “Fintag sangat membantu usaha saya dari 2018 yang awalnya pengajuan masih konvensional dan sekarang bisa lewat aplikasi. Jadi sangat mudah. Saya sudah lama ada rencana ingin tambah kios, semoga bisa terus dapat dukungan dari Fintag,” lanjut Gunawan.
Henu Prakarsa, Business Development Manager Fintag mengatakan pihaknya fokus untuk memberikan pendanaan kepada sektor produktif seperti halnya usaha yang dilakukan oleh Bapak Gunawan. “Beliau sudah 5 kali mengajukan dan selalu tepat waktu pembayarannya. Kami juga secara rutin melakukan visit untuk memonitor usahanya agar tahu apa yang bisa kami bantu lagi. Terbukti sampai sekarang usahanya terus berjalan yang berarti prospeknya masih bagus,” kata Henu.
- Jaminan Mutu! Yuk Pantau Karya Finalis WMM 2023 di Tunjungan Plaza 3 Surabaya
- EDAMANE PREMIUM JEMBER SUDAH SAMPAI KE TIMUR TENGAH
- Karena Rumah BUMN Baturaja, Pemuda Ini Sukses Bisnis Kopi
Sejak didirikan pada 2018, Fintag telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp25,6 miliar kepada 5.991 total borrower. Untuk menjaga kenyamanan borrower Fintag juga senantiasa memegang teguh prinsip penagihan yang beretika sesuai dengan Code of Conduct (CoC) yang telah diatur Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “80% borrower aktif Fintag berada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Seperti halnya di Kupang sendiri ada sekitar 700 borrower aktif, di mana kita juga punya representatif di sana. Tetapi kalau dari segi jumlah penyaluran pendanaanya memang masih lebih besar di pulau Jawa,” pungkas Henu.
Tulisan ini telah tayang di halojatim.com oleh Redaksi pada 26 Jan 2024