Faktor-faktor yang Membuat Gen Z Indonesia Ragu untuk Menikah dan Memiliki Anak
JAKARTA - Generasi Z adalah sekelompok orang yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Gen Z di Indonesia diketahui mulai menunjukkan kecenderungan untuk menunda pernikahan dan mengurangi keinginan memiliki anak.
Tren ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk fokus yang lebih besar pada proses pengembangan karier, kebebasan pribadi, serta kekhawatiran mengenai biaya hidup dan ketidakpastian finansial dimasa depan.
Sebagian besar anggota Generasi Z memilih untuk menunda pernikahan atau bahkan tidak menikah sama sekali. Mereka lebih memilih mengejar peluang karier, melanjutkan pendidikan, atau karena kekhawatiran terkait lingkungan dan pertumbuhan populasi yang berlebihan.
- Bank Mandiri Bagikan Kisah Sukses Transformasi Digital di Gelaran Indonesia - Africa Forum (IAF) 2024
- Cara Menggunakan PayLater Agar Tidak Merusak Skor Kredit di SLIK OJK
- Inilah Pemicu Utama Bisnis Anda Bangkrut dan Cara Mengatasinya
Perubahan pola pikir mencerminkan pergeseran besar cara masyarakat Indonesia menjalankan kehidupan, yang secara tradisional sangat menghargai pernikahan dan kehidupan keluarga. Pengaruh budaya global dan teknologi juga memainkan peran dalam medorong Generasi Z untuk lebih memprioritaskan kebebasan pribadi dan pencapaian diri.
Tren Penurunan Pernikahan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pernikahan di Indonesia telah mengalami penurunan signifikan dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2013, jumlah pernikahan tercatat mencapai 2,21 juta. Namun, angka ini terus menurun menjadi 1,57 juta pada tahun 2023.
Sementara itu, angka perceraian mengalami kenaikan. Pada tahun 2013, terdapat sekitar 324 ribu perceraian, jumlah ini meningkat menjadi 463 ribu pada tahun 2023. Masalah utama penyebab perceraian meliputi perselisihan antar pasangan dan masalah ekonomi.
Fenomena penurunan angka pernikahan ini juga tampaknya terkait dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2023, saat angka pernikahan berada pada titik terendah, PDB Indonesia mencapai US$1,34 triliun atau sekitar Rp20.820 triliun .
Sementara itu, saat angka pernikahan sedang tinggi pada tahun 2013, PDB Indonesia tercatat sebesar US$0,9 triliun atau sekitar Rp13.983 triliun, dan turun menjadi US$0,8 triliun atau sekitar Rp12.430 pada tahun 2014. Fenomena ini menunjukkan adanya hubungan antara tren demografis dan faktor ekonomi yang lebih luas.
Ketersediaan Lapangan Kerja Sedikit
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengungkap pemerintah terus berupaya mengembangkan berbagai inisiatif untuk menciptakan lapangan pekerjaan guna mendukung Visi Indonesia Emas 2045.
Dengan memanfaatkan potensi bonus demografi, Muhadjir mengklaim pihaknya sedang berusaha menggenjot peningkatan jumlah dan kualitas lapangan pekerjaan melalui investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Menko PMK menegaskan investasi merupakan kunci untuk menyediakan peluang kerja bagi tenaga kerja produktif yang melimpah, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memastikan manfaat maksimal dari bonus demografi.
"Tugas negara adalah mengintervensi, menciptakan lapangan pekerjaan melalui investasi. Jadi investasi baik menggunakan dana dalam negeri maupun luar negeri, termasuk mengundang modal asing masuk Indonesia itu sebetulnya adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk generasi produktif," terang Muhadjir , didepan anggota organisasi Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Kalimantan Barat, dikutip Kominfo.go.id, Selasa, 3 September 2024.
Faktanya, kurangnya jumlah pekerjaan layak menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan Generasi Z di Indonesia enggan untuk menikah dan memiliki anak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang, itupun terbilang sudah lebih baik dibandingkan Februari 2023 yang angkanya lebih tinggi 790.000 orang.
Dilansir kemenaker.go.id, Selasa, 3 September 2024, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, mengidentifikasi rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi sebagai tantangan signifikan dalam memanfaatkan bonus demografi, terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja.
- PT Biomasa Jaya Abadi Raih Penghargaan Bea Cukai Sebagai Penghasil Devisa Ekspor Terbesar di Gorontalo
- Cara Beli E-Meterai yang Resmi untuk Pendaftaran CPNS 2024
- 7 Miliarder yang Memutuskan Tidak Memberikan Warisan untuk Anak-anaknya
Ia menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin didominasi oleh industri padat modal daripada padat karya, yang berkontribusi pada tingginya angka pengangguran dan kemiskinan yang masih menghimpit sebagian penduduk.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 04 Sep 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 03 Sep 2024