Halo Matahari Terjadi di Indonesia, Ini Penjelasan Peneliti LAPAN

donalbaba - Senin, 28 September 2020 03:30 WIB
Ilustrasi fenomena halo matahari undefined

jabarjuara.co, Bandung - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan terjadinya fenomena cincin matahari berwarna pelangi atau halo matahari yang terjadi di sebagian besar wilayah Jawa pada (27/09/2020). Lokasi yang melaporkan warganya melihat fenomena ini adalah Bandung, Jawa Barat dan Surabaya, Jawa Timur.

Menurut peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atsmosfer LAPAN Erma Yulihastin, hal itu disebabkan sifat optis atmosfer yang dapat membiaskan cahaya matahari. Selain itu ungkap Erma, halo matahari juga mengindikasikan bahwa awan-awan yang terbentuk di wilayah tersebut merupakan jenis awan-awan sirus yang kaya kandungan partikel es.

"Sebagaimana diketahui, cahaya matahari yang menuju ke bumi melewati atmosfer dan dapat mengalami berbagai proses, yaitu: diteruskan (transmitted), diserap (absorbed), dipantulkan (reflected), dan dibiaskan (refracted)," ujar Erma dalam keterangan resminya ditulis, Bandung, Minggu, 27 September 2020.

Sementara itu lanjut Erma, radiasi cahaya matahari yang sampai ke bumi merupakan jenis gelombang elektromagnetik. Sehingga kita dapat merasakan cahaya karena gelombang elektromagnetik menstimulasi ujung saraf sebagaimana fungsi antena pada retina mata manusia. Antena ini terdiri dari dua bagian yaitu batang dan kerucut.

Batang retina berguna merespons semua panjang gelombang cahaya tampak dan memberi kita kemampuan untuk membedakan terang dari gelap. Jika orang hanya memiliki reseptor tipe batang, maka ia hanya memiliki penglihatan hitam dan putih saja.

"Adapun bagian kerucut merespon panjang gelombang tertentu dari cahaya tampak. Kerucut menembakkan impuls melalui sistem saraf ke otak, sehingga kita menganggap impuls ini sebagai sensasi warna," terang Erma.

Erma mengatakan mata kita menangkap matahari sebagai cahaya putih, ketika semua panjang gelombang yang terlihat mengenai kerucut retina mata karena memiliki intensitas yang hampir sama.

Dalam hal ini ungkap Erma, karena matahari memancarkan hampir separuh energinya sebagai cahaya tampak. Maka semua panjang gelombang yang terlihat pada sekitar tengah hari atau sekitar pukul 12.00 WIB biasanya tampak berwarna putih.

"Dalam kaitannya dengan fenomena halo matahari, terdapat tiga syarat yang harus terpenuhi yaitu intensitas radiasi, sudut bias, dan densitas atau komposisi molekul atmosfer yang bersifat membiaskan," sebut Erma.

Erma menegaskan halo matahari biasanya terjadi pada siang hari sekitar tengah hari saat intensitas matahari hampir sama di semua arah. Karena halo terbentuk akibat refraksi atmosfer, maka syarat kedua dari pembentukan halo matahari adalah besaran sudut bias.

Sementara itu, karena pembiasan cahaya dapat terjadi pada molekul berbentuk prisma atau hexagonal, maka yang memenuhi syarat untuk membiaskan adalah molekul kristal es.

"Untuk sudut bias, terdapat dua syarat sudut bias yang dapat menghasilkan dua jenis halo matahari, yaitu halo 22 derajat dan halo 46 derajat. Artinya, sudut lingkaran cincin terhadap matahari sebesar 22 derajat atau 46 derajat," tutur Erma.

Untuk halo 22 derajat ucap Erma, maka tipe molekul es kristal yang menyebabkannya memiliki diameter kurang dari 22 mikrometer. Sedangkan untuk halo 46 derajat, ukuran molekul es kristal memiliki diameter 15-25 mikrometer.

Kesimpulannya sebut Erma, halo matahari yang terjadi pada hari ini di sebagian besar wilayah Jawa, merupakan halo tipe 22 derajat yang lebih sering terjadi dibandingkan halo 46 derajat.

"Selain kedua tipe halo tersebut, terdapat halo jenis ketiga yang lebih jarang lagi terjadi, yang disebut halo arkes tangen. Agar lebih mudah membedakan, halo 22 derajat bisa dikenali dari lingkaran cincin matahari yang jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan 46 derajat, apalagi halo jenis arkes tangen," tukas Erma.

Bagikan

RELATED NEWS