Kenali dan Waspadai Toxic Positivity

donalbaba - Senin, 21 Juni 2021 14:54 WIB
Ilustrasi - Toxic positivity muncul dalam bentuk kalimat dukungan, yang malah membuat seseorang menjadi lebih sedih. undefined

jabarjuara.co, Bandung-Saat merasa sedih, berbagi cerita dengan seseorang dapat membantu membangkitkan semangat. Tapi ternyata ada beberapa hal yang sebenarnya tidak boleh dikatakan saat orang lain sedang merasa sedih.

Mengutip laman Fimela, psikolog Prita Yulia Maharani, M.Psi menyatakan kata-kata semangat yang salah disebut toxic positivity.

“Kata-kata ini terdengar sebagai penyemangat, tetapi sebenarnya membuat orang lain jadi sedih karena tidak divalidasi,” ungkap Prita Yulia Maharani.

Prita menambahkan penting untuk menerapkan empati atau memahami kondisi seseorang secara utuh saat mendengarkannya bercerita. Toxic positivity akan membuat kita menekan emosi negatif dengan berusaha menerima energi positif. Padahal, emosi negatif kerap kali diperlukan agar tidak menumpuk.

Terlebih, tidak semua orang ingin diberi nasihat saat mereka sedih. Ada kalanya seseorang hanya ingin didengarkan tanpa perlu adanya rasa takut. Toxic positivity justru mendorong seseorang untuk takut berpikir negatif, takut bercerita dengan orang lain, mengisolasi diri, hingga meningkatkan risiko kecemasan dan stres.

Ada beberapa kalimat penyemangat yang tergolong toxic positivity. Berikut adalah lima kalimat yang tergolong toxic positivity.

“Masih ada yang lebih susah daripada kamu”

Ungkapan ini membuat teman atau kerabat yang bercerita merasa dikecilkan masalahnya. Anda tidak mengetahui seberapa besar usaha atau pun perjuangan dia serta hal yang mungkin memperparah kondisinya.

Anda bisa menggantinya dengan “Aku bisa melihat dan merasakan betapa susahnya kamu berjuang menghadapi semuanya.”

“Sudah, jangan terlalu dipikirkan”

Saat seseorang berusaha bercerita kepada Anda, itu artinya dia berusaha untuk menyingkirkan pikiran itu dengan membagikannya. Tidak masuk akal jika Anda menjawab dengan kalimat seperti itu.

Sebagai gantinya, Anda bisa mengapresiasinya dengan “Terima kasih sudah bercerita ya.”

“Sudah, jangan sedih terus. Mellow banget”

Tidak ada orang yang mau sedih, pun tidak ada yang mau disebut mellow. Mengatakan hal ini berarti menutup mata bahwa teman atau sahabat sedang mengalami masalah dan mempercayai Anda sebagai teman bercerita.

Anda bisa berlatih mengatakan “Apa yang bisa kulakukan agar kamu bisa lebih tenang?”

“Masih mending, kalau aku…”

Kompetisi bisa terjadi dimana saja, termasuk siapa yang paling sengsara. Tidak heran jika kalimat ini bisa menjadi andalan saat seseorang bercerita kesedihannya untuk menunjukkan bahwa dia bukan yang paling sengsara.

Padahal, hal ini hanya membuat kesedihan menumpuk dan tidak divalidasi. Kesedihan bukanlah soal persaingan, dan orang yang sedang bercerita tidak ingin berkompetisi dengan siapapun. Anda bisa membalasnya dengan pelukan atau mengiyakan bahwa apa yang sedang mereka hadapi berat.

“Kamu pasti bisa kok, engga sulit ini”

Kalimat ini sering muncul dengan niat membantu dan menguatkan, namun sadarkah Anda jika sebenarnya kalimat ini toxic positivity?

Kalimat ‘enggak sulit ini’ berarti melihat dari kacamata Anda sendiri dan tidak mempertimbangkan kondisi orang itu. Bisa jadi dia tidak memiliki sumber daya seperti yang Anda miliki, serta pengalaman berbeda dari yang sudah Amda lalui.

Jika ingin menyemangati, Anda bisa menggunakan kalimat “Aku percaya kamu bisa, jangan lupa istirahat. Yang penting sudah melakukan yang terbaik sesuai kamu, ya.”

Bagikan

RELATED NEWS