Kisah Kelam Pekerja Migran Indonesia di Kamboja, Negeri Kasino dan Eksploitasi

Redaksi Daerah - Jumat, 31 Oktober 2025 10:53 WIB
Kamboja: Surga Kasino yang Berubah Jadi Neraka bagi Pekerja Migran Indonesia

JAKARTA - Phnom Penh dan Sihanoukville kini berubah menjadi kota dengan kehidupan malam yang berkilau, dipenuhi deretan resor kasino megah yang menjulang tinggi. Lampu-lampu neon yang tak pernah padam menjadi simbol kemajuan ekonomi Kamboja selama tiga puluh tahun terakhir.

Namun, di balik gemerlap industri perjudian yang menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara itu, tersimpan kisah lain yang menyentuh hati masyarakat Indonesia. Ribuan Warga Negara Indonesia (WNI) tertarik mencari peruntungan di negeri Angkor, meski sering kali tanpa perlindungan hukum yang memadai.

Pertumbuhan industri kasino di Kamboja dimulai sejak 28 September 1994, saat Raja Norodom Sihanouk menandatangani Keputusan Kerajaan No. 0695/01 yang menjadi dasar legalisasi aktivitas perjudian di negara tersebut.

Pada awalnya, izin hanya diberikan untuk lokasi-lokasi khusus seperti wilayah perbatasan dan zona ekonomi yang bertujuan menarik wisatawan dari negara tetangga yang melarang perjudian.

Seiring waktu, investasi asing mendorong perkembangan kasino di Phnom Penh dan Sihanoukville, menjadikan industri ini bagian strategis dari agenda pertumbuhan nasional.

Baca juga : Studi: Orang di Lingkungan Miskin Dua Kali Lebih Berisiko Mengalami Masalah Judi

Memasuki dekade 2010-an, regulasi longgar membuka peluang bagi operator judi online. Sihanoukville menjelma menjadi pusat pertumbuhan bisnis perjudian digital yang diwarnai banjir investasi dari China.

Kota pesisir itu bahkan disebut sebagai “Makau mini”, seiring pembangunan gedung-gedung bernilai jutaan dolar yang menjadikannya magnet pemain dan investor internasional.

Industri perjudian memberikan kontribusi ekonomi signifikan. Pada 2019, pendapatan pajak dari kasino mencapai sekitar US$80 juta. Sektor ini memicu pembukaan lapangan pekerjaan baru, peningkatan pembangunan infrastruktur, serta lonjakan turis asing.

Pemerintah tetap melarang warga lokal berjudi demi menjaga stabilitas sosial, sehingga kasino menyasar wisatawan serta warga asing dari negara seperti China, Vietnam, Indonesia dan Thailand.

Baca Juga: Meski Sulit, Ini 7 Cara Berhenti dari Judi Online

Ribuan WNI Bekerja di Kamboja

Di balik kemajuan ekonomi itu, Indonesia melihat sisi lain yang penuh keprihatinan. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Abdul Muhaimin Iskandar, lebih dari 100 ribu WNI kini bekerja di Kamboja, baik di sektor formal maupun informal.

“Jumlahnya kini telah melampaui 100 ribu orang, mencakup pekerja di sektor formal maupun informal,” ujarnya di Jakarta, Senin (27/10/2025).

Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor jasa dan kuliner, mulai dari membuka usaha makanan seperti Soto Lamongan, Rujak Cingur, hingga Pecel Madiun untuk menyasar komunitas pekerja Indonesia yang terus bertambah.

Muhaimin menegaskan bahwa Kamboja tidak termasuk negara penempatan resmi pekerja migran Indonesia (PMI). Kondisi tersebut membuat WNI tidak memiliki perlindungan hukum, sehingga rentan menghadapi permasalahan serius selama bekerja di sana.

“Kamboja bukan termasuk tujuan resmi penempatan pekerja migran Indonesia,” tegasnya.

Tanpa payung hukum, WNI di Kamboja kerap menjadi korban eksploitasi. Tidak sedikit yang berangkat karena tergiur iming-iming gaji tinggi di sektor Perjudian, tetapi kemudian menghadapi kenyataan pahit berupa penipuan, gaji tidak dibayar, hingga praktik perdagangan orang (TPPO).

Mereka bekerja dalam kondisi tidak manusiawi, termasuk jam kerja panjang dan ancaman kekerasan jika menolak perintah. Banyak di antaranya terjebak dalam industri judi online ilegal yang dikendalikan jaringan kriminal lintas negara.

Baca juga : Bank Mandiri Dukung PMI Jepang Jadi Wirausahawan Lewat Program Mandiri Sahabatku

Sebelumnya vidio viral sempat mengabarkan sebanyak 110 warga negara Indonesia (WNI) yang berhasil kabur dari perusahaan penipuan judi online (judol) di Chrey Thum, Kamboja, kini terkatung-katung di Karantine Center Phnom Penh. Mereka tidak memiliki biaya untuk pulang dan memohon bantuan agar bisa kembali ke Indonesia.

Salah satu korban dalam vidio tersebut, Afrizal Fauzi Akbar alias Rizal, asal Jakarta Timur, menyampaikan kondisi mereka. Ia mengatakan saat ini mereka berada di bawah pengawasan pihak berwenang Kamboja setelah kabur dari perusahaan yang mempekerjakan mereka secara ilegal dan tidak manusiawi.

“Kami banyak disiksa. Kami setiap harinya kami berdetak. Kami ingin meminta bantuan kepada Bapak Presiden dan Pemerintah Indonesia untuk membantu kami terkait masalah biaya pulang karena di perusahaan sebelumnya kami tidak digaji," ujar Afrizal Fauzi Akbar, dalam narasi yang beredar.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 28 Oct 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 31 Okt 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS