Limbah Batu Bara (FABA) di Padalarang KBB, Ada Apa Sih Dengan Limbah Batu Bara?
jabarjuara.co, Bandung Barat – Batu Bara, masih menjadi opsi bagi kegiatan industri sebagai bahan bakar karena selain simple dalam penggunaannya, harganya pun murah. Akan tetapi ekses dari aktivitas tersebut menghasilkan limbah batu bara (FABA) yang tidak jarang memicu konflik seperti halnya pencemaran udara yang terjadi di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) oleh sebuah pabrik peleburan logam.
Dilansir dari iNewsJabar.id (12/08), bahwa perusahaan tersebut disinyalir telah menimbulkan gangguan polusi udara terhadap warga Kampung Cibingbin Desa Laksanamekar sejak beberapa bulan terakhir. Sejumlah warga mengeluhkan adanya gangguan kesehatan terutama terkait dengan gangguan saluran pernapasan (ISPA). Untuk mengatasi hal tersebut, instansi terkait dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KBB telah mengambil langkah prosedural berupa pemberian peringatan kemungkinan adanya pelanggaran lingkungan hidup.
Tentang Limbah FABA (Fly Ash - Bottom Ash)
Aktivitas produksi dengan batubara akan menghasilkan dua jenis residu “wicis” berupa Fly Ash (partikel terbang berupa debu halus berukuran 2 - 2,5 g/cm³) dan Bottom Ash (material batu bara yang menempel pada bagian bawah tungku sebagai sisa hasil pembakaran). Kedua jenis residu itu masuk kategori limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Tetapi untuk beberapa instalasi yang menggunakan teknologi pulverize-coal (pembakaran temperatur tinggi) menghasilkan kandungan karbon dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil sehingga relatif lebih aman. Dengan demikian limbah tersebut bisa digunakan untuk campuran batako, semen, paving block, perkerasan jalan, dsb.
Dampak FABA Bagi Kesehatan
Menurut Guru besar pulmonology dan ilmu kedokteran respirasi Universitas Indonesia, Faisal Yunus (dikutip dari BBC News Indonesia 12-03-2021), bahwa FABA dapat menyebabkan pneumoconiosis di mana terjadi endapan anorganik elemen batu bara dalam paru-paru. Dalam konsentrasi tertentu, abu batu bara mengandung silikon bebas yang mempengaruhi daya tahan kesehatan warga sekitar dan rentan memiliki penyakit tuberkolosis. Masih menurut Faisal Yunus bahwa abu batu bara mengakibatkan komplikasi pernafasan dengan gejala yang ditimbulkan seperti batuk-batuk, dahak berwarna hitam, sesak nafas hingga gagal pernafasan yang menyebabkan potensi kematian.
Pemanfaatan Limbah FABA
Limbah batu bara selain menimbulkan mudharat bagi kesehatan, ternyata memiliki potensi manfaat ekonomis. Limbah batubara dapat digunakan sebagai bahan substitusi bagi semen, paving block, batako, dan pondasi jalan raya. Akan tetapi pemanfaatan limbah ini harus memenuhi standar dan karakteristik FABA yang digunakan. Misalnya kelayakan pemanfaatan FABA bagi paving block/bata beton wajib menggunakan SNI 03-0691-1996. Jika limbah FABA dihasilkan dari proses pulverize-coal maka bisa langsung dimanfaatkan (non-B3), akan tetapi untuk limbah yang tidak melalui proses tersebut (B3) maka perlu dilakukan uji toxicity oleh laboratorium untuk memastikan pemanfaatan limbah yang aman bagi lingkungan.
Selain dari hal tersebut, limbah FABA pada kandungan dan dosis tertentu kini tengah dikembangkan untuk dimanfaatkan bagi pemulihan lahan bagi pertanian khususnya pada lahan gambut.
Aturan Penanganan Limbah FABA
Secara regulatif, penanganan limbah batubara dari pembakaran dengan boiler/tungku (masuk kategori limbah B3) wajib mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3 sehingga penanganannya dari mulai pengumpulan, penyimpanan, dan penimbunannya wajib mematuhi aturan tersebut. Dan untuk limbah FABA yang sudah dikategorikan sebagai non-B3 maka bisa dimanfaatkan langsung secara ekonomis. Namun pada beberapa kesempatan meski di atas kertas aktivitas limbah FABA telah melalui serangkaian tahapan pengendalian akan tetapi hal tersebut kontradiktif dengan kenyataan di lapangan di mana masih ditemukannya beberapa kasus menurunnya kualitas kesehatan masyarakat dan konflik sosial.
Penulis: Neovan Muslim