Prabowo Perintahkan Tinjau Sistem Outsourcing yang Rugikan Buruh

Redaksi Daerah - Jumat, 02 Mei 2025 15:59 WIB
Dinilai Rugikan Buruh, Prabowo Perintahkan Kaji Penghapusan Outsourcing

JAKARTA - Dalam peringatan Hari Buruh Internasional yang digelar di Monumen Nasional, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional.

Dewan ini memiliki tugas utama untuk menelaah serta memberikan rekomendasi kepada Presiden mengenai kebijakan ketenagakerjaan, termasuk isu sistem outsourcing yang selama ini dianggap merugikan pekerja.

“Saya juga akan meminta Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional bagaimana caranya secepat-cepatnya menghapus outsourcing," ujar Prabowo kala memberikan orasi didepan mas Buruh, di Jakarta, 1 Mei 2025.

Presiden Prabowo meminta Dewan Kesejahteraan Buruh untuk mengkaji secara komprehensif sistem outsourcing dan dampaknya. Ia menyatakan siap melakukan perbaikan terhadap regulasi yang tidak adil. Prabowo juga menekankan pentingnya menjaga iklim investasi agar penciptaan lapangan kerja tetap terjamin.

"Tapi saudara-saudara kita juga harus realistis, kita juga harus menjaga kepentingan para investor investor juga. Kalau mereka tidak investasi tidak ada pabrik, kita tidak bekerja," jelas Prabowo.

Outsourcing Rugikan Buruh

Sistem outsourcing telah lama menjadi sorotan dalam dunia ketenagakerjaan, terutama karena dampaknya yang merugikan pekerja. Secara umum, outsourcing memungkinkan perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja melalui pihak ketiga atau vendor tanpa terikat hubungan langsung dengan pekerja.

Meskipun dari perspektif perusahaan, sistem ini dianggap menguntungkan karena dapat mengurangi biaya operasional, kenyataannya justru menciptakan ketidakpastian bagi para pekerja.

Salah satu kelemahan utama dari sistem outsourcing adalah ketimpangan dalam hal upah dan hak-hak pekerja. Pekerja outsourcing sering kali menerima upah yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerja tetap, meskipun mereka melakukan pekerjaan yang serupa.

Selain itu, mereka jarang mendapatkan jaminan kesehatan, ketenagakerjaan, atau tunjangan pensiun yang memadai, yang menjadi hak dasar bagi pekerja di banyak negara. Hal ini menyebabkan pekerja outsourcing berada dalam posisi yang sangat rentan, baik dari segi kesejahteraan fisik maupun finansial.

Ketidakpastian juga terwujud dalam hal keamanan pekerjaan. Karena hubungan kerja yang terjadi melalui pihak ketiga, pekerja outsourcing lebih mudah dipecat tanpa proses yang adil.

Mereka juga sulit mengakses hak-hak seperti cuti, tunjangan, dan pesangon, yang sering kali hanya diberikan kepada pekerja tetap. Dalam banyak kasus, hal ini memperburuk kondisi sosial dan mental pekerja, karena mereka tidak merasa aman dalam pekerjaan mereka.

Selain itu, praktik outsourcing cenderung mengabaikan kesejahteraan pekerja, terutama di sektor industri, jasa, dan transportasi. Meskipun banyak perusahaan besar dan multinasional yang mengandalkan sistem ini untuk meminimalkan biaya tenaga kerja, mereka sering kali mengabaikan tanggung jawab sosial terhadap pekerja yang bergantung pada pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Fenomena ini menambah ketidakstabilan ekonomi bagi jutaan buruh di berbagai sektor, dan memperburuk ketimpangan sosial yang ada.

Langkah Presiden Prabowo membuka ruang penghapusan outsourcing menjadi harapan baru bagi pekerja di seluruh Indonesia. Selama bertahun-tahun, sistem ini telah menciptakan ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan tenaga kerja.

Jika benar-benar dihapus, kebijakan ini dapat menjadi tonggak sejarah baru dalam perlindungan hak-hak buruh di Indonesia dan menandai pergeseran menuju sistem ketenagakerjaan yang lebih adil, bermartabat, dan manusiawi.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 01 May 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 02 Mei 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS