Saat Emas Cetak Rekor, Begini SWOT Investasinya
JAKARTA – Harga emas global kembali mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah di posisi US$3.655 per ons pada Selasa siang (9/9/2025). Lonjakan ini dipicu oleh meningkatnya keyakinan bahwa bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), akan segera menurunkan suku bunga pada September 2025. Kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi AS turut memperkuat sentimen positif terhadap emas sebagai aset lindung nilai.
Namun, dengan harga yang terus menanjak, bagaimana prospek emas ke depan? Kitco News (8/9) merangkum analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) untuk menggambarkan peluang dan tantangan emas saat ini.
1. Strengths (Kekuatan)
- Emas mencatat kenaikan 3,64% dalam sepekan, menjadi logam mulia dengan performa terbaik.
- Sentimen pasar ditopang ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
- Rekor baru tercetak seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap ekonomi AS.
- World Gold Council sedang menyiapkan inovasi emas digital untuk kepemilikan fraksional.
2. Weaknesses (Kelemahan)
- Sejumlah produsen emas di Afrika melaporkan laba di bawah ekspektasi.
- Biaya produksi tinggi serta beban pajak menekan profitabilitas perusahaan tambang.
3. Opportunities (Peluang)
- Bank sentral global diperkirakan akan menambah cadangan emas hingga lebih dari 11.000 ton.
- Investor dunia meningkatkan kepemilikan ETF emas, mencapai level tertinggi sejak Juni 2023.
- Perusahaan kripto, termasuk Tether, mulai melirik investasi emas dan tambang emas.
4. Threats (Ancaman)
- Sebagian besar penjualan emas sudah ter-hedging, sehingga kenaikan harga tidak sepenuhnya meningkatkan keuntungan.
- Risiko kesehatan global, seperti wabah Ebola di Kongo, berpotensi mengganggu produksi tambang emas.
Dengan harga yang menembus rekor baru, emas semakin mengukuhkan posisinya sebagai aset lindung nilai (safe haven). Namun, investor tetap perlu mencermati faktor risiko yang dapat memengaruhi keberlanjutan reli harga emas ke depan.
Prediksi Harga Emas pada 2026
Kenaikan harga emas diyakini belum akan berhenti. Goldman Sachs memperkirakan harga emas bisa menyentuh US$4.000 per ons pada 2026, bahkan berpotensi mendekati US$5.000 jika sekitar 1% aset Treasury swasta Amerika Serikat (AS) dialihkan ke emas.
Ekspektasi kenaikan ini turut dipicu oleh kekhawatiran pasar atas sikap Presiden Donald Trump terhadap The Fed yang dianggap bisa mengganggu independensi bank sentral AS. Kondisi tersebut mendorong arus dana ke emas sebagai instrumen lindung nilai inflasi. Sepanjang 2025, emas sudah melonjak 35% hingga mencapai US$3.500 per ons, menjadikannya salah satu aset global dengan performa terbaik.
Dengan kurs pasar spot Rp16.358 per dolar AS (8/9), proyeksi harga emas US$4.000 per ons setara sekitar Rp2,1 juta per gram, sedangkan US$5.000 per ons setara Rp2,63 juta per gram. Jika dibandingkan harga emas domestik yang saat ini berada di kisaran Rp1,91–2,06 juta per gram, maka masih terdapat potensi kenaikan 9,9% hingga 37% tergantung skenario harga global.
Bank of America (BofA) juga memperkirakan harga emas bisa mencapai US$4.000 per ons pada semester I 2026. Faktor pendorongnya adalah tren penurunan suku bunga The Fed serta melemahnya dolar AS, seiring pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam yang mulai melambat.
Sementara itu, J.P. Morgan memprediksi harga emas akan berada di level US$3.675 per ons pada akhir 2025, lalu menanjak ke US$4.000 pada kuartal II 2026 dan berlanjut ke US$4.250 per ons pada akhir tahun yang sama.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Ananda Astri Dianka pada 10 Sep 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 11 Sep 2025