Sedang Ramai-ramai Kena Layoff, Apakah Itu Termasuk Quiet Firing?

Admins - Selasa, 20 September 2022 17:00 WIB
Quiet Firing (https://img.freepik.com/free-photo/surprised-shocked-african-businessman-getting-unexpected-notice-from-caucasian-colleague_1163-3913.jpg?w=2000)

jabarjuara.co, Jakarta – Akhir-akhir ini ramai diberitakan khususnya di media sosial soal banyaknya karyawan yang terkena layoff atau PHK. Dalam hal ini, ada beberapa kejadian yang dianggap masuk ke istilah quiet firing. Hal ini berbeda dengan quiet quitting yang mana hanya mengerjakan pekerjaan seadanya saja dan tidak mengerjakan hal yang lain.

Melansir dari Times of India melalui TrenAsia, istilah quiet firing adalah suatu kondisi di mana karyawan dipaksa resign atau bos memecat karyawan secara diam-diam.

Istilah ini muncul dalam budaya kerja modern yang sangat dinamis dan cepat. Karena pola pekerjaan tersebut, membuat banyak karyawan hanya fokus pada kejaran target.

Karena hal tersebut, mereka sulit menemukan tim yang solid, apalagi atasan dan juga mentor. Ditambah dengan budaya berpindah dari satu kantor ke yang lain, membuat pergantian anggota tim berjalan lebih cepat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Faktor-faktor tersebut yang kemudian membuat manajer tidak terlalu peduli dengan pengembangan karier karyawan.

Seorang pakar HR Bonnie Dilber melalui Linkedin, menambahkan bahwa salah satu trik sang atasan secara halus memecat pekerjanya adalah dengan membuat si karyawan merasa tidak kompeten untuk melakukan tugasnya.

Selain itu, si pekerja dibuat merasa terisolir dari pekerjaan kantor sehingga merasa tak ingin lagi melanjutkan bekerja di perusahaan tersebut.

Fenomena ini telah menjadi tren toksik di kalangan pekerja kantoran. Sebab, fenomena quiet firing merupakan tanda manajemen buruk yang tak mampu mengkomunikasikan kinerja seorang pekerja secara gamblang.

Lebih lanjut Bonnie juga memberikan penjelasan tentang seseorang mendapatkan perlakuan quiet firing dari atasan, di antaranya yaitu

- Atasan tidak memberikan informasi kenaikan pangkat dan gaji.
- Atasan menghindar dari obrolan kerja dengan karyawannya.
- Karyawan diberikan ruang gerak yang sempit alias tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier.
- Adanya perlakuan berbeda oleh atasan dibandingkan dengan karyawan lain.

Bonnie memberikan saran jika seorang karyawan mengalami perilaku toksik dari atasannya yaitu, seorang karyawan harus mengkomunikasikan secara langsung dan berdiskusi tentang pengalamannya diperlakukan seperti itu.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Feby Dwi Andrian pada 20 Sep 2022

Editor: Admins
Bagikan

RELATED NEWS