Siapa Lucy Guo? Perempuan yang Salip Taylor Swift Jadi Miliarder Termuda 2025

Redaksi Daerah - Jumat, 02 Mei 2025 11:11 WIB
Kenali Siapa Itu Lucy Guo yang Kalahkan Taylor Swift Jadi Wanita Terkaya di 2025

JAKARTA – Lucy Guo, yang kini berusia 30 tahun, telah dinobatkan sebagai miliarder wanita termuda di dunia yang meraih kekayaannya secara mandiri, menggantikan posisi Taylor Swift, penyanyi sekaligus penulis lagu ternama. Guo berhasil mengumpulkan kekayaan sebesar US$1,25 miliar berkat kiprahnya dalam dunia startup AI dan teknologi.

Menurut laporan VN Express, Taylor Swift sebelumnya menyandang gelar tersebut sejak akhir tahun 2023 ketika resmi masuk daftar miliarder. Guo dan Swift termasuk dalam kelompok eksklusif yang hanya mencakup enam perempuan di bawah usia 40 tahun yang meraih status miliarder tanpa warisan.

Sebagian besar kekayaan Guo berasal dari sahamnya di Scale AI, sebuah perusahaan rintisan yang ikut ia bangun dan kini bernilai US$1,2 miliar, meskipun ia telah tidak aktif di perusahaan tersebut. Sumber kekayaan lainnya berasal dari bisnis-bisnis yang ia jalankan, termasuk startup barunya bernama Passes.

Meski kini Guo dikenal lewat kiprahnya di dunia startup teknologi, ketertarikannya pada industri tersebut awalnya bersifat praktis.

Ia dibesarkan secara sederhana oleh orang tua imigran asal China yang berprofesi sebagai insinyur listrik, namun kehilangan pekerjaan saat Guo masih kecil. Pada awalnya, teknologi ia pandang semata-mata sebagai jalan cepat menuju kekayaan.

Sejak kecil, ia sudah mencoba berbagai usaha sampingan, mulai dari menjual kartu Pokémon hingga membuat situs streaming palsu yang dipasangi iklan dengan cerdik. Ia tidak menunggu kesempatan datang—justru sejak awal, ia sudah menciptakannya sendiri.

Saat duduk di kelas dua, dia sudah tahu cara menghasilkan uang secara online menggunakan PayPal dan permainan berbasis browser seperti Neopets dan RuneScape.

“Aku dibully di sekolah karena miskin. Jadi aku berpikir, oke, aku harus cari uang,” ujar Guo kepada Business Insider.

Guo mulai belajar coding sejak SMP, Internet menjadi arena bermain sekaligus tempat latihannya. Dia melanjutkan pendidikan di bidang ilmu komputer serta interaksi manusia-komputer di Universitas Carnegie Mellon. Seiring waktu, ia menemukan semangat yang ia sebut sebagai dorongan untuk membangun perusahaan.

Dorongan yang terus tumbuh itu mendorong Guo untuk keluar dari bangku kuliah pada tahun 2014, meskipun saat itu ia hanya tinggal menyelesaikan beberapa mata kuliah lagi untuk meraih dua gelar.

Ia memilih untuk bergabung dengan Thiel Fellowship, sebuah program yang digagas oleh investor miliarder Peter Thiel untuk mendanai startup para wirausahawan muda.

Tak lama setelah itu, ia mendapatkan magang di Facebook dan Snapchat.

Setahun kemudian, Guo mendapat posisi sebagai desainer produk di platform tanya-jawab Quora, tempat ia bertemu dengan Alexandr Wang.

Pada tahun 2016, keduanya bekerja sama mendirikan Scale AI—perusahaan yang juga menjadikan Wang sebagai miliarder termuda di dunia yang meraih kekayaan secara mandiri, menurut Forbes. Saat itu, Guo berusia 21 tahun dan Wang baru 19 tahun.

Scale awalnya didirikan sebagai layanan yang mempekerjakan kontraktor dengan bayaran rendah untuk memberi label pada kumpulan data guna melatih sistem kecerdasan buatan, terutama di sektor kendaraan otonom.

Perusahaan rintisan ini dengan cepat menarik klien besar seperti Cruise dan Tesla, serta memperluas jaringan kontraktornya untuk memenuhi lonjakan permintaan.

Seiring waktu, Scale juga mendapatkan kontrak dari pemerintah AS, termasuk dalam misi analisis citra satelit selama perang di Ukraina. Selain itu, mereka turut berperan dalam pelatihan model bahasa besar seperti ChatGPT melalui kerja sama dengan OpenAI.

“Kami menggunakan tim manusia untuk memberi label pada data, dan pada saat yang sama, kami juga melatih model machine learning,” jelas Guo kepada New York Post.

“Machine learning akan memberikan tebakan terbaiknya, lalu manusia masuk untuk memperbaiki kesalahan dari sistem tersebut.”

Ide awal startup ini, menurut Guo, berasal dari saran salah satu teman sekamar mereka yang mengusulkan konsep “API untuk manusia.”

Dengan Wang menjabat sebagai CEO dan Guo memimpin operasional serta desain produk, Scale AI berkembang pesat, mendorong keduanya masuk dalam daftar Forbes Under 30 pada tahun 2018. Namun, pada tahun yang sama, terjadi perbedaan pendapat soal arah perusahaan yang akhirnya membuat Wang memutuskan untuk memberhentikan Guo.

“Kami memiliki perbedaan pandangan, tapi saya bangga dengan apa yang telah dicapai oleh Scale AI,” ujar Guo.

Meski tak lagi aktif di perusahaan, Guo masih memegang hampir 5% saham di Scale AI, yang saat ini tengah menyelesaikan proses penawaran tender dengan valuasi sebesar US$25 miliar.

Setelah keluar dari Scale, Guo mendirikan Backend Capital, sebuah dana ventura kecil yang mendanai startup tahap awal. Salah satu investasinya yang sukses adalah suntikan dana enam digit pada 2020 untuk Ramp, perusahaan perangkat lunak keuangan yang kini bernilai US$13 miliar.

Namun, dorongan kuat untuk kembali membangun perusahaan membuat Guo mendirikan Passes, sebuah platform yang membantu para kreator menghasilkan uang melalui berbagai saluran seperti langganan, siaran langsung, panggilan pribadi, dan toko online.

“Para kreator adalah wirausahawan,” ujar Guo. “Jika kamu punya seribu penggemar setia yang bersedia menghabiskan US$5 sehari untukmu, itu sudah menjadi sumber penghasilan.”

Platform Passes pun berkembang pesat, berhasil mengumpulkan dana sebesar US$50 juta dari tiga putaran pendanaan selama 2022 hingga 2024, dengan valuasi mencapai US$150 juta.

Rencana jangka panjang Guo untuk perusahaannya adalah mendukung para kreator agar bisa menjadi pengusaha dan mulai membangun kekayaan lintas generasi.

Dilansir dari Entrepreneur India, Guo adalah pendukung vokal untuk kepemilikan kreator. Ia percaya bahwa platform tradisional memiliki terlalu banyak kekuasaan atas data pengguna dan hubungan dengan penggemar. Visi Guo untuk Passes berfokus pada Web3, di mana kreator dapat memiliki audiens mereka, data, dan jalur monetisasi mereka sendiri.

Ia juga sangat optimis terhadap masa depan AI—bukan hanya sebagai alat untuk otomatisasi, tetapi sebagai cara untuk meningkatkan segala hal mulai dari pendidikan hingga layanan kesehatan.

Meskipun ia mengakui risiko yang ditimbulkan oleh perkembangan AI yang tidak terkontrol, ia percaya bahwa solusi terbaik terletak pada regulasi yang bijaksana dan penggunaan yang bertanggung jawab, bukan dengan memperlambat inovasi.

Kesuksesan tidak membuat Guo terhindar dari kontroversi. Dalam beberapa tahun terakhir, Passes mendapat kritik terkait praktik moderasi konten, termasuk tuduhan serius mengenai konten di bawah umur yang lolos dari pengawasan.

Meskipun Guo dan timnya membantah klaim tersebut dan telah mengimplementasikan alat moderasi berbasis AI, perhatian terhadap masalah ini justru semakin meningkat.

Meski menghadapi pertempuran hukum dan kritik publik, Guo tetap teguh pada pendiriannya. Ia menekankan pentingnya transparansi dan penggunaan teknologi untuk mencegah penyalahgunaan, meskipun ia juga mengakui kompleksitas dalam memoderasi platform berskala besar, terutama seiring dengan meningkatnya konten yang dihasilkan oleh AI.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 26 Apr 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 02 Mei 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS