Strategi Optimal Pengelolaan Bencana Banjir di Sumatra: Urgensi Mitigasi & Tata Ruang
Kerugian Banjir Sumatra Rp 68 Triliun Soroti Kebutuhan Mitigasi dan Tata Ruang
Estimasi kerugian menegaskan urgensi penguatan mitigasi bencana, penataan ruang, dan adaptasi iklim
Jakarta, Indonesia — 1 Desember 2025, Menurut laporan, kerugian ekonomi akibat rangkaian banjir di sejumlah wilayah Sumatra diperkirakan mencapai sekitar Rp 68 triliun. Nilai kerugian tersebut mencakup dampak pada infrastruktur, rumah tangga, pertanian, dan layanan publik, serta menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperkuat mitigasi bencana dan penegakan tata ruang di kawasan rawan.
Perkiraan tersebut dilaporkan setelah periode hujan lebat yang memicu banjir meluas di beberapa provinsi di Sumatra. Selain merusak jalan dan jembatan, banjir mengganggu aktivitas ekonomi lokal, suplai logistik, serta akses layanan dasar bagi warga. Menurut laporan, perbandingan antara kerugian banjir dan penerimaan dari sektor tambang di wilayah terdampak menunjukkan ketidakseimbangan: pendapatan jangka pendek dari ekstraksi sumber daya tidak menutup biaya sosial-ekonomi yang timbul akibat bencana berulang. Temuan ini kembali menempatkan tata kelola ruang, perlindungan daerah aliran sungai (DAS), pengendalian alih fungsi lahan, dan rehabilitasi hutan sebagai elemen kunci. Pakar kebencanaan menilai, investasi pada infrastruktur hijau—seperti restorasi lahan basah, sabuk hijau riparian, dan tangkapan air—serta peningkatan sistem peringatan dini dapat menekan frekuensi dan skala gangguan. Di sisi lain, pemerintah daerah umumnya melakukan verifikasi lapangan atas kerusakan aset publik dan rumah tangga untuk menetapkan kebutuhan pemulihan, mulai dari perbaikan infrastruktur dasar hingga bantuan tempat tinggal. Tahapan itu juga menjadi dasar penganggaran darurat, pemulihan layanan, dan perencanaan adaptasi jangka menengah.
Menurut berbagai data kebencanaan nasional, banjir merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia setiap tahun, dengan proporsi kejadian yang konsisten tinggi dibanding jenis bencana lain. Sejumlah kajian kebijakan menekankan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan untuk pengurangan risiko bencana berpotensi menghemat biaya tanggap darurat dan pemulihan yang berlipat. Dalam konteks Sumatra, indikator risiko umumnya dipengaruhi kombinasi curah hujan ekstrem, kondisi geomorfologi, dan tekanan pemanfaatan lahan pada DAS prioritas. Penguatan instrumen kebijakan—mulai dari rencana tata ruang berbasis risiko, penilaian risiko bencana dalam perizinan, hingga skema pembiayaan risiko—dianggap krusial untuk menurunkan eksposur dan kerentanan.
Estimasi kerugian sekitar Rp 68 triliun itu dapat menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap rencana tata ruang, perlindungan DAS, dan standar bangunan tahan banjir di Sumatra. Langkah lanjutan yang dinilai penting mencakup percepatan normalisasi dan restorasi ekosistem penyangga banjir, penataan permukiman di bantaran sungai berbasis relokasi sukarela dan insentif, integrasi peringatan dini hingga tingkat komunitas, serta penguatan cadangan pembiayaan darurat. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan menyelaraskan program pemulihan dengan strategi adaptasi iklim agar biaya bencana berulang dapat ditekan dan ketahanan ekonomi wilayah meningkat.
