Waspada, Ini Ancaman Pengangguran Massal Karena AI
JAKARTA - Geoffrey Hinton yang sempat dijuluki sebagai “Godfather of AI” kembali mengeluarkan peringatan keras mengenai potensi pengangguran massal yang disebabkan penggunaan teknologi AI atau kecerdasan buatan.
Dalam sebuah diskusi bersama Senator Bernie Sanders, Hinton menilai bahwa perkembangan pesat AI bukan lagi sekadar wacana futuristik, tetapi ancaman nyata terhadap struktur dunia kerja global.
Hinton menyoroti gelombang investasi besar-besaran di sektor AI sebagai indikator arah industri. Ia menyebut dana jumbo mencapai US$ 1 triliun telah digelontorkan untuk pembangunan pusat data dan chip.
BACA JUGA:
- 5 Rekomendasi Kado Natal Berkelanjutan, Lebih Hemat dan Ramah Lingkungan!
- Waspada! Ini 5 Penyakit Pasca Banjir dan Cara Mencegahnya
- Punya Penghasilan Rp5–10 Juta? Begini Simulasi Atur Keuangan dengan Rumus 50-30-20
Menurutnya, besarnya dana tersebut menunjukkan bahwa perusahaan teknologi memprioritaskan efisiensi termasuk efisiensi yang lebih murah dibanding tenaga manusia.
Hinton menilai banyak perusahaan mengejar keuntungan jangka pendek sehingga agresif mengembangkan sistem AI yang mampu mengambil alih pekerjaan manusia.
Baca juga : Fenomena Baru: Pinjam Uang ke Keluarga Mengalahkan Pinjol di Kalangan Anak Muda
Industri AI Masih Belum Menguntungkan
Meski diguyur investasi besar, Hinton menyebut sektor AI sebenarnya masih berada jauh dari titik impas. Ia mencontohkan OpenAI, yang diproyeksikan baru akan menghasilkan laba setelah tahun 2030.
Bahkan, menurut analisis, perusahaan tersebut membutuhkan pendanaan tambahan lebih dari US$ 207 miliar untuk menopang pengembangan dan ekspansi global. Kondisi ini menggambarkan betapa besarnya skala industri AI yang kini tengah dibangun.
Hinton mengakui bahwa teknologi AI turut membuka lapangan pekerjaan baru, terutama di bidang teknis. Namun ia meragukan bahwa jumlah pekerjaan baru tersebut cukup untuk menggantikan jumlah pekerjaan yang berpotensi hilang. Ia menegaskan pentingnya melihat seluruh prediksi, termasuk prediksi miliknya sendiri secara hati-hati.
“Memproyeksikan masa depan AI itu seperti mengemudi dalam kabuT, 10 tahun lagi kita tak tahu apa yang akan terjadi,” ujarnya, dikutip majalah Fortune, Kamis, 11 Desember 2025
Adaptasi Jadi Kunci Bertahan
Hinton meyakini AI tidak akan hilang atau mundur dari kehidupan manusia. Karena itu, ia menyarankan pekerja untuk mempercepat adaptasi, meningkatkan keterampilan, dan memahami teknologi baru agar tidak tertinggal oleh laju automasi.
Senator Bernie Sanders turut memperkuat peringatan Hinton. Dalam laporannya yang sebagian dianalisis menggunakan ChatGPT, Sanders menyebut hampir 100 juta pekerjaan di Amerika Serikat berada dalam risiko tergantikan oleh automasi dan sistem AI.
Ia menegaskan pekerjaan berupah rendah berada di garis depan ancaman. Namun profesi kerah putih pun tidak sepenuhnya aman dari disrupsi teknologi. Sanders mempertanyakan dampak sosial dari hilangnya pekerjaan secara besar-besaran.
BACA JUGA:
- 9 Rekomendasi Ide Bisnis untuk Penggemar K-Pop, Bisa Jadi Penghasilan Tambahan!
- Sisi Lain Share Spotify Wrapped di Medsos dari Segi Psikologi dan Keamanan Data, Jangan Asal!
- Livin’ Fest 2025 Hadir di Bali Hingga 7 Desember 2025, Angkat Potensi UMKM dan Industri Kreatif
“Apa yang terjadi ketika aspek vital ini dihapus dari kehidupan kita?” ungkapnya.
Senator Mark Warner juga memberikan peringatan serius. Ia memperkirakan bahwa disrupsi AI bisa lebih dulu menghantam anak muda dan fresh graduate.
Dalam prediksinya, tingkat pengangguran bagi lulusan baru dapat mencapai 25% dalam dua hingga tiga tahun mendatang jika tidak ada langkah antisipasi. Warner mendesak pemerintah untuk segera membuat regulasi yang jelas dan ketat.
“Kalau kita mengulangi kesalahan yang sama seperti saat menghadapi media sosial, tanpa pagar pembatas, kita akan menyesal,” ujarnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 11 Dec 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 11 Des 2025
