Terjepit Aturan Baru, Kreator Australia Ramai Cari Peluang di Negeri Lain

Redaksi Daerah - Rabu, 26 November 2025 19:53 WIB
Tak Selalu Cuan, Konten Kreator Australia Kini Oleng Pilih Kabur ke Luar Negeri

JAKARTA –Industri kreator digital di Australia sedang mengalami gejolak besar setelah pemerintah menetapkan aturan baru yang melarang penggunaan media sosial untuk anak di bawah 16 tahun.

Peraturan yang mulai berlaku pada 10 Desember ini menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan kreator, brand, hingga akademisi, bahkan membuat beberapa tokoh ternama mempertimbangkan untuk pindah ke negara lain.

Salah satu suara yang paling keras menyampaikan keberatannya adalah Jordan Barclay, kreator konten gaming asal Melbourne yang memiliki bisnis konten senilai US$50 juta. Ia mengatakan bahwa larangan tersebut dapat membahayakan kelangsungan usaha yang sudah ia bangun.

“Kami akan pindah ke luar negeri karena di situlah uangnya berada, Kami tidak bisa terus berbisnis jika pengiklan meninggalkan Australia.” jelasnya dikutip laman Reuters, Senin, 24 November 2025.

Industri Influencer Terancam Guncang

Larangan ini diperkirakan memengaruhi industri media sosial Australia yang bernilai sekitar A$9 miliar. Peneliti Susan Grantham memperingatkan dampak instannya bagi ekosistem kreator. “Jika akun-akun ini hilang sekaligus, ekonomi influencer akan terdampak instan,” katanya.

Kreator di YouTube menjadi kelompok yang paling terdampak mengingat 55% pendapatan mereka bergantung pada iklan, dengan rata-rata 18 sen untuk setiap 1.000 tayangan.

Undang-undang baru tersebut mewajibkan platform memblokir akun lebih dari satu juta anak, dengan ancaman denda hingga A$49,5 juta bagi perusahaan teknologi yang tidak patuh.

Baca juga : Saham GOTO Melesat, Pasar Sambut CEO Baru Hans Patuwo

Meski remaja masih bisa menonton YouTube tanpa akun, hilangnya personalisasi membuat algoritma tidak lagi mendorong konten populer ke audiens muda. Hal ini menurunkan jumlah penayangan, terutama bagi kreator yang banyak ditonton kalangan remaja.

Pakar pemasaran digital Stephanie Scicchitano menambahkan bahwa pengiklan kini lebih berhati-hati menargetkan audiens muda, membuat potensi pendapatan kreator semakin tertekan.

Cari Negara Tujuan Baru

Perusahaan Barclay, Spawnpoint Media yang mengelola iklan Lego dan Microsoft sudah merasakan penurunan minat sponsor. “Mereka khawatir apa arti larangan ini ke depan. Kalau meluas, masuk akal bagi kami untuk berinvestasi di luar negeri.” jelas Barclay.

Ia menyebut Amerika Serikat sebagai opsi karena peraturan lebih ramah bagi industri kreator dan dukungan pemerintah terhadap ekonomi digital.

Fenomena perpindahan ini bukan sekadar wacana. Beberapa kreator, termasuk keluarga Empire Family, telah lebih dulu pindah ke Inggris untuk menjaga stabilitas pendapatan.

Peneliti media sosial Crystal Abidin mengingatkan bahwa kreator yang menampilkan anak-anak di bawah 16 tahun merupakan kelompok paling berisiko terdampak akibat larangan tersebut.

Duo musisi anak Tina dan Mark Harris (Lah-Lah) juga menyuarakan kekhawatiran. Selain potensi penurunan pendapatan, mereka takut pada persepsi publik yang kini melihat konten anak sebagai sesuatu yang berbahaya. Mereka menilai pemerintah menggambarkan YouTube secara negatif sebagai platform yang penuh risiko.

Baca juga : Kesempatan Kerja 2026: BPS Rekrut 190.000 Mitra untuk Sensus Ekonomi, Ini Syarat & Honornya

Awalnya YouTube sempat dikecualikan dari larangan tersebut, tetapi kemudian masuk dalam aturan setelah regulator menemukan 37% anak pernah menjumpai konten berbahaya di platform tersebut.

Shannon Jones dari kanal anak Bounce Patrol menyayangkan aturan ini karena dinilai merugikan kreator anak berkualitas. Sementara kreator besar seperti Junpei Zaki memperkirakan dampaknya tidak terlalu besar bagi dirinya karena 90% audiensnya berasal dari luar Australia.

Namun, kreator kecil yang mengandalkan audiens domestik diproyeksikan menjadi korban utama. Salah satu yang merasakan langsung ancaman ini adalah Dimi Heryxlim, kreator berusia 15 tahun yang membangun bisnis House of Lim melalui TikTok dan Instagram. Kehilangan akun dapat menghambat usahanya, namun ia tetap menunjukkan sikap pantang menyerah.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 24 Nov 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 26 Nov 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS