Aktivis Desak IMO Tolak Biofuel Masuk dalam Kerangka Net-Zero

Rabu, 22 Oktober 2025 10:28 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Aktivis Desak IMO Tolak Biofuel Masuk dalam Kerangka Net-Zero
Aktivis Desak IMO Tolak Biofuel Masuk dalam Kerangka Net-Zero (istimewa)

LONDON - Biofuelwatch, Forest Watch Indonesia, dan Global Forest Coalition mendesak Organisasi Maritim Internasional (IMO) untuk tidak memasukkan biofuel yang dinilai merusak dari kepatuhan Kerangka Net-Zero (Net Zero Framework).

Dalam Pertemuan Luar Biasa Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC ES.2) di London pekan lalu, negara-negara anggota memutuskan untuk menunda adopsi resmi kerangka tersebut hingga tahun 2026. Namun, pembahasan penting mengenai detail insentif energi bersih akan tetap berlanjut pada 20–24 Oktober, dan ketiga organisasi tersebut menegaskan pentingnya mencegah biofuel dimasukkan sebagai pengganti bahan bakar fosil.

“Biofuel bukan solusi berkelanjutan dalam kondisi apa pun. Di Amerika Latin, dorongan untuk memproduksi biofuel berbasis kedelai telah mempercepat deforestasi dan menggusur masyarakat dari tanah mereka. Jika IMO menciptakan permintaan baru terhadap biofuel, itu hanya akan memicu lebih banyak emisi, ketimpangan, dan perampasan lahan,” ujar Jana Uemura, Juru Kampanye Iklim dari Global Forest Coalition.

“Menolak biofuel dalam Kerangka Net-Zero berarti melindungi hutan tropis yang tersisa di dunia — penyerapan karbon dan pusat keanekaragaman hayati yang sangat penting,” kata Anggi Putra Prayoga, Juru Kampanye Hutan dari Forest Watch Indonesia (FWI). “Krisis iklim sudah nyata. Sangat penting untuk mengambil sikap tegas dan beralih pada sumber energi yang benar-benar nol emisi, bukan biofuel yang justru menciptakan emisi baru melalui deforestasi.”

Indonesia menjadi contoh nyata dampak negatif biofuel. Ekspansi perkebunan sawit untuk memenuhi permintaan biofuel telah mendorong deforestasi, bahkan di kawasan lindung, serta mengancam kehidupan masyarakat adat.

Para aktivis mendesak Organisasi Maritim Internasional (IMO) agar mengeluarkan biofuel ber-ILUC tinggi dari kerangka kebijakan energi. Sejumlah kebijakan nasional dan industri, termasuk kebijakan maritim dan penerbangan dari Uni Eropa, Mandat SAF Inggris, dan skema CORSIA dari ICAO telah lebih dulu membatasi atau menghitung emisi biofuel jenis ini dalam siklus hidupnya.

Pax Butchart dari Biofuelwatch menambahkan, “Ilmu sudah jelas bahwa biofuel berbasis tanaman maupun limbah tidak mampu memberikan pengurangan emisi nyata. Pemerintah kini memiliki peluang bersejarah untuk mengarahkan sektor pelayaran menuju solusi energi yang benar-benar bersih dan bebas emisi — yang melindungi manusia dan planet.”

Bahkan biofuel berbasis limbah seperti minyak jelantah (UCO) atau turunan sawit (POME dan PFAD) juga dinilai tidak berkelanjutan karena pasokannya terbatas dan rawan penyalahgunaan. Riset terbaru menunjukkan bahwa minyak limbah hanya mampu memenuhi sekitar 5% kebutuhan energi pelayaran global, sehingga tetap memicu ketergantungan pada pada biofuel ber-ILUC tinggi yang sarat risiko keberlanjutan.

Para aktivis turut mendesak IMO untuk fokus pada solusi energi alternatif yang benar-benar berkelanjutan, seperti efisiensi energi, pemanfaatan tenaga angin untuk propulsi, dan pengurangan permintaan transportasi laut global.