Etika
Selasa, 16 Januari 2024 14:02 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - International Monetary Fund (IMF) baru-baru ini merilis analisis yang mengindikasikan bahwa teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan akan memainkan peran yang penting, bahkan menggantikan peran manusia di hampir 40% dari seluruh pekerjaan di masa depan.
Seperti yang dilansir BBC Internasional, Senin, 15 Januari 2023, Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, mengingatkan bahwa AI kemungkinan besar akan memperburuk kesenjangan ekonomi secara global.
Menurut IMF, dampak AI akan terasa lebih besar di negara-negara maju, sekitar 60% pekerjaan di negara maju akan tergantikan oleh penggunaan AI.
Meskipun beberapa pekerja dapat memperoleh manfaat karena terintegrasi AI untuk meningkatkan produktivitas, risiko terbesar terletak pada kemampuan AI untuk menggantikan tugas-tugas yang saat ini dijalankan oleh manusia.
Kemampuan AI menggantikan pekerjaan yang saat ini hanya bisa dilakukan manusia berpotensi menurunkan permintaan tenaga kerja dan memengaruhi struktur upah.
Georgieva juga menyampaikan bahwa teknologi ini diestimasikan akan berdampak pada 26% lapangan kerja di negara-negara berpenghasilan rendah.
Namun kekurangan infrastruktur dan keterampilan tenaga kerja yang minim dapat meningkatkan risiko gejolak di negara-negara berkembang.
Untuk menghadapi dampak sosial dan ekonomi yang akan dihadirkan oleh kemajuan kecerdasan buatan (AI), IMF menekankan perlunya tindakan preventif dari pembuat kebijakan.
Georgieva memandang perlu adanya perubahan signifikan dalam infrastruktur sosial dan pelatihan tenaga kerja untuk menghadapi revolusi industri yang dibawa oleh AI.
Salah satu fokus utama adalah pembangunan jaringan pengaman sosial yang kuat. Georgieva menyoroti pentingnya sistem perlindungan yang dapat menyediakan dukungan finansial dan akses ke layanan kesejahteraan bagi pekerja yang mungkin terdampak oleh perubahan ekonomi yang cepat.
“Sangat penting bagi negara-negara untuk membangun jaring pengaman sosial yang komprehensif dan menawarkan program pelatihan ulang bagi pekerja yang rentan,” ungkap Georgieva.
Jaringan pengaman sosial yang efektif diharapkan dapat membantu meringankan dampak negatif pada pekerja dan keluarga mereka.
Selain itu, IMF mendorong implementasi program pelatihan ulang yang komprehensif bagi pekerja yang rentan. Dengan memperkuat keterampilan dan penyesuaian diri pekerja terhadap kebutuhan pasar kerja yang berubah, diharapkan mereka dapat tetap relevan dan bersaing dalam era AI.
Program pelatihan ini harus mencakup berbagai tingkatan keterampilan, memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat mengambil bagian dalam ekonomi yang semakin terdigitalisasi.
Langkah-langkah ini diarahkan untuk menjadikan transisi ke era AI lebih inklusif, memastikan bahwa manfaat teknologi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
Analisis IMF ini mencuat di tengah pembicaraan global tentang regulasi AI. Uni Eropa telah mencapai kesepakatan mengenai pemberlakuan undang-undang pertama di dunia yang mengatur penggunaan AI.
Sementara itu, AS, Inggris, dan China masih dalam tahap pengembangan pedoman AI mereka sendiri. Perkembangan ini menjadi fokus utama dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, di mana para pemimpin bisnis dan politik membahas dampak dan regulasi AI secara lebih rinci.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 15 Jan 2024
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 16 Jan 2024
Bagikan
Korea Selatan
10 hari yang lalu