Kesehatan
Rabu, 10 Juli 2024 19:24 WIB
Penulis:Redaksi Daerah
Editor:Redaksi Daerah
JAKARTA - Akhir-akhir ini mungkin Anda kerap mendapati banyak orang yang suka sekali menerapkan kebiasaan ‘mager’ atau malas gerak. Malas bergerak dalam dunia medis disebut dengan Sedentary Lifestyle, yaitu kondisi dimana seseorang tidak aktif secara fisik, seperti sering rebahan dan jarang bergerak.
Tidak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi saat ini membuat banyak hal menjadi lebih praktis dan telah menjadi kebiasaan banyak orang, terutama selama pandemi COVID-19. Dengan hanya modal ponsel dan kuota internet, kita bisa melakukan berbagai hal dengan mudah tanpa harus keluar rumah atau bergerak lebih banyak.
Kegiatan pendidikan dan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan secara offline kini bisa dilakukan secara online. Layanan pesan antar, jasa pengiriman barang, serta akses perbankan dan pembayaran daring, semakin membuat orang jarang keluar rumah. Kondisi ini bisa menjadi masalah jika berlangsung dalam jangka panjang dan tidak diantisipasi dengan baik.
Namun, perlu Anda ketahui bahwa kebiasaan malas gerak adalah kebiasaan yang perlu diubah. Akan tetapi bagi sebagian orang, kebiasaan ini sudah terasa nyaman dan sulit diubah.
Perlu diketahui bahwa dampak negatif dari gaya hidup mager tidak langsung dirasakan, tetapi baru akan terasa setelah bertahun-tahun menjalani rutinitas ini. Menurut WHO, gaya hidup sedentari adalah salah satu dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia.
European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) pada tahun 2008 melaporkan bahwa kematian akibat kebiasaan malas gerak jumlahnya dua kali lebih banyak dibandingkan kematian karena obesitas. Risiko masalah kesehatan meningkat apabila diikuti dengan pola makan yang tidak seimbang dan kebiasaan tidak sehat seperti merokok atau minum alkohol.
Berbagai bahaya kesehatan akibat malas gerak antara lain sebagai berikut, seperti yang dirangkum dari laman resmi Kemenkes.
Duduk lama sambil bekerja dapat menyebabkan tulang belakang tegang, dan paru-paru tidak mendapat ruang cukup untuk mengembang optimal sehingga kadar oksigen yang bisa diedarkan ke seluruh tubuh berkurang. Sirkulasi darah yang terganggu karena kurang bergerak menyebabkan otak kekurangan oksigen, menurunkan konsentrasi.
Sebuah studi di Amerika Serikat oleh Aerobics Research Center menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat mengurangi risiko stroke pada pria hingga 60%. Studi lain dari Nurses’ Health Study menyatakan bahwa wanita yang cukup beraktivitas fisik memiliki peluang 50% lebih rendah terkena stroke dan serangan jantung. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang kurang aktivitas fisik memiliki risiko tinggi mengalami stroke.
Aktivitas fisik mampu merangsang aliran darah kaya oksigen ke otak dan memperbaiki sel dan jaringan otak yang mulai mengalami degenerasi. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan fungsi otak menurun, sehingga dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan fungsi kognitif.
Menghabiskan sekitar 70% waktu sehari dengan duduk dan tiduran dapat menyebabkan resistensi insulin, meningkatkan kadar gula darah, dan risiko diabetes. Orang yang duduk atau tiduran cenderung mencari camilan kurang sehat, sering mengandung gula tinggi, sehingga menambah risiko diabetes.
Kebiasaan malas gerak menyebabkan tubuh kehilangan massa otot, sehingga otot melemah. Tubuh juga mengambil kalsium dari tulang, mengurangi kepadatan tulang secara drastis dan menyebabkan osteoporosis. Penyakit ini kini tidak hanya dialami oleh orang tua, namun juga oleh kaum muda.
Itu tadi beberapa bahaya kebiasaan malas bergerak atau sedentary lifestyle yang harus Anda waspadai.
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh pada 10 Jul 2024
Bagikan
Kesehatan
5 hari yang lalu