Renggut Kesejahteraan Pekerja, FSP RTMM-SPSI Tolak Revisi PP Tembakau
JAKARTA--Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menegaskan kembali penolakannya terhadap rencana revisi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Rencana revisi ini dinilai akan mengancam kesejahteraan pekerja yang menggantungkan penghidupan pada industri tembakau yang selama ini menjadi sawah ladang bagi mereka.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto, menjelaskan rencana revisi tersebut merampas hak-hak pekerja. Sesuai Pasal 17 UUD 1945, Sudarto menjelaskan setiap warga negara Indonesia berhak atas jaminan pekerjaan dan penghasilan yang layak. Revisi PP 109/2012 dinilai berdampak kepada keberlangsungan industri, sehingga dapat menjadi sebuah pelanggaran terhadap hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi pekerja. "Sebagai serikat yang menaungi sekitar 227.000 pekerja, FSP RTMM-SPSI akan membela industri tembakau untuk memastikan kesejahteraan anggotanya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin 13 Maret 2023.
Sudarto melanjutkan sebanyak hampir 144.000 anggota RTMM adalah pekerja di industri tembakau yang turut berkontribusi dalam pembangunan nasional. "Kami berhak atas jaminan kepastian dan kelangsungan industri agar bisa ikut terus berperan dan berkontribusi terhadap perekonomian dan pembangunan nasional ke depannya.”
Revisi PP 109/2012 dianggap memiliki poin-poin usulan yang eksesif dan meresahkan bagi pekerja sebagai bagian dari industri. Dikhawatirkan, revisi PP 109/2012 akan memicu badai PHK besar di industri tembakau dan dampaknya meluas, termasuk akan mengganggu stabilitas ekonomi nasional hingga kondisi sosial masyarakat. Padahal, perekonomian sedang membaik saat ini.
Apalagi mengingat terdapat keterbatasan lapangan kerja dan telah terjadi ketimpangan antara permintaan dan penawaran. Industri tembakau selama ini memiliki peran yang besar dalam menyerap tenaga kerja, termasuk bagi yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Sejauh ini, Sudarto menyebut tidak ada alternatif lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang sama seperti industri rokok dan mampu memberikan kesejahteraan yang sama. "Kenyataannya petani/buruh tani dan pekerja industri pabrik rokok semakin termarginalkan, menjadi korban dan pihak yang dikorbankan tidak berdaya serta tidak diperhatikan kelangsungannya,” tegas dia.
FSP RTMM-SPSI meminta pemerintah memperhatikan kepentingan pekerja yang selama ini menggantungkan hidupnya kepada industri tembakau sebagai satu-satunya mata pencaharian mereka. “Kami meminta perhatian serius dari pemerintah dalam pengambilan kebijakan yang dapat menjamin kelangsungan usaha dan bekerja dalam mendukung pertumbuhan ekonomi guna mendukung pembangunan nasional,” lanjut Sudarto.
Dalam kesempatan yang sama, Pimpinan Daerah FSP RTMM-SPSI Provinsi Jawa Timur, Purnomo, mengatakan revisi PP 109/2012 akan menyebabkan menurunnya hasil industri yang secara otomatis akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian banyak orang. Padahal industri hasil tembakau menjadi kontributor utama dalam penerimaan negara
“Kami menolak revisi PP 109/2012. Pendapat kami ini tidak hanya kami sandarkan pada kepentingan anggota kami, teman-teman pekerja di industri tembakau. Tetapi, lebih dari itu juga menyangkut kepentingan ekonomi nasional. Materi PP 109/2012 yang sudah ada saya kira tinggal dikuatkan saja implementasinya. Aspek kesehatan memang penting namun kita tidak boleh mengesampingkan aspek lainnya juga,” ucap Purnomo.
Senada dengan Purnomo, Ketua FSP RTMM-SPSI Provinsi Jawa Tengah, Edy Ryanto, menyampaikan penolakannya terhadap rencana revisi PP 109/2012. FSP RTMM-SPSI Provinsi Jawa Tengah telah menyampaikan aspirasi penolakannya kepada DPRD Jawa Tengah. Menurut Edy, peran industri tembakau di Jawa Tengah sangat signifikan, terutama kepada para pekerja. Edy mencatat anggota RTMM-SPSI Provinsi Jawa Tengah mayoritas bekerja di industri tembakau. Berdasarkan data tahun 2019, jumlah anggota RTMM Provinsi Jawa Tengah mencapai 98.000 yang mana sebanyak 80 persen adalah pekerja di pabrik rokok.
Ketua PD FSP RTMM-SPSI Jawa Barat Ateng Ruchiat menyampaikan hal yang sama. Upaya revisi PP 109/2012 dikhawatirkan akan mengancam mata pencaharian para anggota RTMM. Kalau produktivitas industri menurun, lanjutnya, industri akan mengatur sedemikian rupa agar tetap dapat berjalan termasuk mempertimbangkan PHK kepada karyawan. "Ini harus diantisipasi karena menyangkut banyak anggota kami yang bekerja di industri tembakau,” ujar dia.
Ateng menambahkan pihaknya bersama seluruh anggota RTMM di berbagai daerah akan melakukan berbagai upaya agar sawah ladang dan kesejahteraan para pekerja yang tergabung dalam RTMM dapat terlindungi.